Updates 15/6/11: Revolusi Dunia Islam...!!: Dear valued readers and friends, thank you very much for your comments and supports that please and energize me to share knowledge, understanding, virtual friendship and the avalaibleity for updating...:).Many thanks, anyway.
Diberdayakan oleh Blogger.
, Strategic Studies

STRATEGY THROUGH EROSION BETWEEN THEORY AND PRACTICE (The Comparative Study of Insurgency’s Indirect Strategy)

“Too much to defend; too small, ubiquitous, and agile an enemy to come to grips with. If the war continues long enough, the dog succumbs to exhaustion and anemia without ever having found anything on which to close its jaws or to rake with its claws.” (The War of the Flea)

, Strategic Studies

Engaging China: ASEAN Concerted Diplomacy in ARF (ASEAN Regional Forum)

The collapse of Soviet bloc affected the erosion of long standing strategic rationale behind the major US military deployment in East Asia. In addition to the US economic difficulties that was reflected in its domestic economic constraints on military expenditure and the Philippines refusal to extend the leases of the US’s military bases in Philippines. Philippines demanded a complete US military withdrawal by November 1992. It irrevocably created a “window of opportunity” for major powers such as China, Japan and India to be more assertive and independent after the US withdrawal.

, Indonesia Raya

Mengelola Perbatasan Indonesia dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia adalah sepasang negeri jiran yang sebelum diperkenalkannya konsep negara modern (pasca perjanjian Westphalia 1648) tak mengenal batas-batas fisik maupun batas-batas kultural. Era kolonialisme Eropa Barat di kedua negara dilanjutkan dengan lahirnya negara modern Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan Malaysia pada 31 Agustus 1957 berkonsekuensi terciptanya garis demarkasi antara kedua negara yang kemudian disebut sebagai perbatasan. Perbatasan dalam artian fisik kemudian tercipta di sepanjang pulau Kalimantan sejauh 2004 kilometer (yang merupakan perbatasan fisik terpanjang Indonesia dengan negara lain) dan perbatasan laut di sepanjang Selat Malaka, Laut China Selatan, dan Laut Sulawesi.

, Indonesia Raya

Prosperous and Justice Party (PKS) : An Overview of Their Competitiveness and Strategies after 2004 Elections

This paper provides an analysis on the PKS Competitiveness, their strategies and its interaction with the Government of Indonesia (GOI) using Porter’s Diamond and J Curve frameworks with effort to smooth and to sustain their policy reform process. In the first section, it will analyze the background of PKS movement and analyze their competitiveness and their strategies movement in Indonesia political world. The second part will examine the PKS interaction and their impacts to the GOI. The third section will give recommendation for the PKS activities in the future to overcome and to sustain the PKS movement and conclude their role in the Indonesian political development.

, Strategic Studies

Pemanasan Global dan Potensi Ancaman Bagi Indonesia

Apakah perubahan iklim global (climate change) menyebabkan disintegrasi pada suatu negara dan memicu konflik antar negara? Para pakar non traditional security sejatinya bersepakat bahwa dampak perubahan iklim berpotensi besar melahirkan konflik domestik dan instabilitas keamanan baik dalam lingkup regional dan global. Namun para pakar ini tidak dapat memprediksikan apakah perubahan yang berimplikasi konflik itu terjadi secara gradual. Atau sebaliknya pelbagai faktor yang berkelindan (interacting factors) seperti deforestasi (penggundulan hutan) dan minimnya energi alternatif akan menjadikan ancaman itu cenderung dekat.

OBAMA: Presiden Amerika Yahudi Pertama


*Marwan Bishara
Obama adalah “Presiden Pertama Amerika keturunan Yahudi.” Inilah judul artikel utama majalah “New York” yang ditulis John Heilemann dengan mengutip penyandang dana kampanye kepresidenan Obama.
Mendengarkan Obama berbicara dalam Sidang Umum PBB pada Rabu lalu niscaya akan banyak kalangan setuju dengan pernyataan ini, tidak hanya warga Palestina dan dunia Arab.
Presiden AS ini telah merangkul dengan sepenuh hati posisi rejeksionis Israel dalam masalah pengakuan kemerdekaan Negara Palestina.
Namun ini bukan sikap seorang Yahudi, melainkan posisi seorang Zionis radikal. Banyak Yahudi sendiri, termasuk di AS dan Israel, yang tidak bisa menerima pandangan ekstrimis seperti ini.
Namun kenyataannya, Obama sukses melampaui pendahulunya.
George Bush yang menjadi pendukung paling radikal Israel diantara semua presiden AS telah menempatkan banyak orang dalam truk sampah Israel, namun presiden AS terkini justru lebih tamapak seperti bapak pendiri Israel sendiri.
Anda akan berpikir setelah enam dekade terusir dari kampung halamannya, empat dekade dalam penjajahan serta dua decade berikutnya dalam perjanjian damai bahwa Presiden Obama mau mengakui adanya kemunifikan moral dan politik sehingga perlu diperbaiki.
Bahwa dia mau menggarisbawahi, bukan merusak- kata-katanya sendiri satu setengah tahun lalu di Kairo tentang kewajiban Israel menghentikan pembangunan pemukiman illegal di Palestina.
Bahwa dia mau menggarisbawahi –bukan merusak- retorikanya sendiri tentang kemerderkaan di tanah Arab.
Atau bahwa dia mau menggarisbawahi –bukan merusak- penekanan dalam pembuka pidatonya tentang perdamaian yang berdasarkan penarikan mundur.
Sialnya, Presiden Obama telah merusak slogannya sendiri “Perubahan yang Kita Yakini” secara keseluruhan.
Narasi pidatonya sepenuhnya diinspirasi oleh propaganda terburuk Israel. Dan memang benar, banyak “cut” dan “paste” (salin dan tempel) dalam pidato Obama dari buku panduan mereka.
Dia berbicara tentang “fakta” kesejarahan yang diperdebatkan sendiri oleh para sejarahwan Israel, berbicara tentang kebenaran yang tidak lebih dari interpretasi sepihak atas situasi politik sekarang ini.
Obama menyatakan bahwa orang Arab melancarkan perang melawan Israel. Namun dalam kenyataannya, Israel adalah aggressor, yang memprovokasi pelbagai perang dari 1965, 1967, 1982, 2006 dan 2008. Hanya ada satu perang di 1973 yang dilancarkan pihak Arab, yakni Perang 1973, namun hanya untuk merebut kembali daerah pendudukan setelah AS dan Israel menolak tawaran perdamaian Sadat.
Dia menggarisbawahi karya bangsa Israel dalam mewujudkan Negara yang sukses di “tanah air historis” mereka. Namun dunia dan tentunya Arab melihat apa yang dijalankan Israel tidak lebih dari proyek kolonial dengan dalih agama.
Serbia juga percaya bahwa Kosovo adalah negeri asal muasal mereka. Namun apakah klaim itu memberikan alasan bagi mereka untuk membentuk “negaranya sendiri yang sukses”, khusus Negara Serbia di wilayah tersebut?
Haruskah setiap rakyat terjajah dipaksa mencari kerelaan hati penjajah merek tanpa intervensi masyarakat internasional? Apakah mereka harus menempuh cara seperti kebanyakan Negara-negara Afrika dan Timur Tengah mendapatkan kemerdekaannya dari penjajah Eropa?
Haruskah seluruh penduduk yang berada di bawah penjajahan menerima keadaan mereka hingga penjajahnya sendiri puas dengan persyaratan mereka sendiri?

Inilah Politik, Dasar Bodoh
Setiap pengamat akan dengan senang hati mengingatkan anda untuk tidak banyak berharap dari presiden AS tentang Israel karena dekatnya pemilu tahun depan.
Seperti Heilemann katakana bahwa karir politik Obama sangat tergantung dari para penyumbang Yahudi yang dermawan di Chicago.
Dan memang benar, orang yang mengalirkan banyak uang ke Partai Demokrat dalam beberapa decade lalu adalah Rahm Emmanuel yang pernah menjadi Kepala Staff Gedung Putih Obama dan kini menjadi walikota Chicago.
Namun ini tidak melulu uang. Ini juga tentang dukungan krusial di Konggres atas beberapa isu domestik penting yang akan menguatkan atau sebaliknya menghancurkan Obama. Dan lobby Israel AIPAC dapat menjadikan hidup presiden menderita tahun depan.
Kini, saya paham semua itu. Tetapi apa yang tidak saya mengerti mengapa ini diterima sebagai “kenyataan yang harus diterima”. Memang sifat politik adalah “Terima atau tinggalkan.”
AS berbicara keadilan namun menjalankan kebijakan tidak adil, berbicara anti penindasan namun mendukung kepentingan dirinya tanap kecuali. Berbicata tentang kemerdekaan namun mendukung penjajahan, berbicara HAM namun mempercayai para serigala dan hanya serigala yang bisa tinggal di kandang ayam.

Lelucon Untuk Setiap Orang
Mengapa rakyat Palestina mau menjadi korban politik AS sementara AS sendiri menjadi sandera politik Israel selama enam dekade terakhir? Mengapa kebanyakan orang Israel terus menerus hidup dalam Negara kamp militer karena tidak mampu berhubungan baik dengan para tetangganya? Mengapa rakyat AS melihat para politisi mereka disandera kekuatan asing dan menjadi pendukung kuatnya?
Lobby Yahudi pro Israel J Street berkomentar tentang kecenderungan melacurkan diri kepada Israel diantara para politisi Demokrat dan Republik. Dia berujar, “Tidak ada batas bagaimana para politisi Amerika melacurkan dirinya kepada Israel untuk kepentingan politik.
Sementara ada logika strategis dibalik dukungan AS atas Israel di masa lalu, namun pelacuran politik AS kini hampir tidak masuk akal.
Washington telah sejak lama menggunakan pengaruhnya atas Israel sebagai keuntungan strategis untuk mengendalikan para pemimpin Arab. Hanya Washington yang dapat menahan Israel melakukan perang dan membuat konsensi melalui diplomasi sementara para pemimpin Arab segera menerimanya.
Namun para diktator baik yang mengeksploitasi Palestina untuk mendapatkan dukungan di dalam negeri maupun melakukan barter isu ini untuk kepentingan Barat telah menjadi masa lalu.
Arab kini semakin keras dan marah dengan asyik masyuk AS-Israel di Palestina dan mereka tidak lagi mudah disuap atau ditundukkan seperti halnya para dictator yang telah bertumbangan.

*Analis senior AlJazeera

Memaknai Kemenangan AKP


*Richard Falk dan Hilal Ever

Baru pertama kali sejak Kemal Ataturk mendirikan republik ini, perhatian internasional begitu besar terhadap pemilu Turki. Kini AKP merayakan kemenangannya karena sukses partai ini menjalankan pendekatan ekonomi dan politik disepanjang 9 tahun. Sukses ini menjadi pameran bagi kebijakan politik luar negeri AKP yang kreatif sehingga menempatkan Turki dalam posisi penting di percaturan diplomatik regional dan global. Sukses AKP menjadi sukses pertama dalam sejarah Turki modern. 

Euforia kemenangan ini selayaknya tidak mengaburkan tantangan yang akan dihadapi AKP kedepan. Diantara serangkaian tantangan terpenting adalah pemberian hak politik dan kultural bagi minoritas etnik Kurdi dalam rancangan konstitusi baru. Ada kesepakatan luas di Turki bahwa konstitusi 1982 yang berlaku sekarang yang merefleksikan pendekatan opresif pihak militer pasca kudeta harus dihilangkan. Namun ada perbedaan tajam di Turki berkaitan dengan hal-hal substantif dalam konstitusi baru. Kelompok sekuler yang diwakili CHP khawatir bahwa akan terjadi bahaya “Putinisasi” (merujuk kecenderungan kepemimpinan diktator Valdimir Putin) dalam pemerintahan AKP jika sistem kenegaraan diubah dari parlementer ke presidensial. Dalam bentuk konkretnya, kalangan oposisi yakin impian otoritarianisme Recep Tayyip Erdogan akan tercapai jika Turki mengikuti sistem presidensial ala Perancis. 

Namun mereka selayaknya tidak perlu khawatir untuk dua alasan: Pertama, AKP belum cukup memperoleh 367 suara yang dibutuhkan untuk membentuk super mayoritas di parlemen sehingga dapat membuat sendiri konstitusi baru atau bahkan 330 kursi yang dibutuhkan untuk dapat mengajukan perubahan konstitusi. Tanpa kontrol mutlak parlemen, AKP tidak dapat membuat konstitusi tanpa kerjasama dengan partai lain di parlemen, khususnya dengan CHP. Namun tentunya kalangan oposisi juga harus bertindak konstruktif.
Kedua, dalam pidato kemenangannya, Erdogan berjanji bahwa reformasi konstitusional akan menjadi proses konsensual untuk melindungi semua golongan dan dibuat dalam rangka pemenuhan keadilan bagi seluruh rakyat Turki.  Pada saat pidato kemenangan, Erdogan tanpa terduga menjadi sangat peka dengan kritik atas gaya kepemimpinannya yang dianggap arogan. Dia bersikap rendah hati dan sopan. Dia tampak ingin menyakinkan rakyat Turki seluruhnya bahwa dia menghormati prinsip-prinsip sekuler dan menjanjikan Turki akan menjadi lebih plural dalam iklim saling menghormati.

Penerimaan Internasional

Tidak hanya rakyat Turki yang menyambut kemenangan AKP. Hasil pemilu ini memberikan contoh yang luar biasa positif atas dinamika demokrasi di Timur Tengah ditengah gejolak internal mereka yang tengah terjadi. Uluran tangan diplomatik Turki atas kawasan Timur Tengah selama ini memberikan alternatif menarik ditengah kecemasan atas campur tangan politik AS dan Eropa terhadap mereka. Turki merefleksikan kondisi masyarakat yang dinamis. Perekonomian Turki  sedang bangkit seiring dengan konsolidasi demokrasi,  stabilitas politik dan arah kebijakan luar negeri yang lebih mandiri. Tentunya hal ini akan menginspirasi negara-negara lainnya.

Meski demikian, masih ada banyak ketidakpastian yang menggayuti negeri itu kedepan. Turki menghadapi konsekuensi atas konflik berlarut-larut di perbatasan Suriah, termasuk ribuan pengungsi yang lari dari medan pembantaian di Suriah. Terdapat juga resiko eskalasi konflik yang disebabkan ancaman Israel dan AS atas Iran dalam isu nuklir. Kesemua itu dapat memantik perang yang pada akhirnya akan mengoyak seluruh kawasan Timur Tengah dengan dampak mengerikan. Sementara itu, ketegangan hubungan antara Ankara dan Tel Aviv akan semakin memuncak seiring persiapan ekspedisi Flotilla Kedua. 

Namun yang jelas matahari bersinar lebih terang di pagi hari pemilu Turki. Para pemilih telah meneguhkan dukungannya atas kebijakan domestik dan luar negeri Turki yang dibangun atas dasar perdamaian, keadilan dan HAM. Untuk menjalankan dan menjaga mandat itu tetap pada tempatnya, rakyat memberi dukungan politik yang menyakinkan kepada AKP.  Dukungan itu diharapkan akan membawa kemajuan bagi Turki dan sekaligus harapan bagi kawasan sekitarnya. Mungkin akan ada kesalahan dan kemunduran dalam pemerintah mendatang, namun orientasi dan visi kepemimpinan AKP adalah salah satu kemajuan politik yang paling menakjubkan di awal abad 21 ini.

Pidato kemenangan PM dari atas balkon markas AKP, yang dinamainya “Pidato Bimbingan adalah kulminasi peningkatan menyakinkan AKP selama 1 dasawarsa.” Dari 34 persen di 2002 hingga 47 persen di 2007 dan kini 50 persen di 2011. Ironisnya, peningkata suara tersebut justru tidak memberikan peningkatan perolehan kursi di parlemen disebabkan perubahan sistem electoral oleh Komisi Pemilihan Umum, salah satu bagian birokrasi negara yang sangat memusuhi AKP. 

Sementara restrukturisasi ini -yang terlewatkan dari perhatian ini- sangat melukai AKP karena hanya mendapatkan 326 kursi dibandingkan seharusnya 341 kursi dibawah system yang lama), namun disisi lain membantu  CHP yang meningkat perolehan kursinya dari 112 menjadi 135 dan BDP –yang menjadi basis kandidat independen Kurdi.

'Keinginan untuk  Konsensus'

PM menginterpretasikan hasil tersebut dengan simpatik, memberitahu publik bahwa dia akan mendengar suara rakyat yang menginginkan konsensus ketimbang kepemimpinan tunggal satu partai. Dia juga mencoba menenangkan suhu politik yang tersengat saat kampanye dengan menyatakan,”Pidato-pidato propaganda pada saat kampanye selayaknya dilupakan.” Ini tentunya awal yang baik, disamping terpilihnya 74 anggota legisltif perempuan. Sebuah peningkata signifikan ketimbang pemilu sebelumnya.

Disamping, parlemen akan sangat beragam karena banyak muka-muka baru bermunculan, termasuk mantan pemimpin mahasiswa kiri yang menghabiskan bertahun-tahun di penjara (Ertugrul Kurkcu), beberapa anggota CHP yang kini berada di penjara karena dituduh atas rencana kudeta dalam kasus Ergenekon dan Leyla Zana, anggota parlemen dari etnik Kurdi yang pernah terpilih di 1991. Pada saat itu, dia mendatangi parlemen dengan mengenakan bandana bercorak bendera Kurdi dan menolak mengangkat sumpah untuk patuh kepada Negara Turki.

Setelah bertahun-tahun mendekam dalam penjara, Zana kini mencalonkan diri lagi. Beberapa saat lalu, dia berkelakar di depan TV:”Mungkin kali ini saya akan mengenakan jilbab,” mengisyaratkan bahwa hak individu setiap orang harus dihormati dan mereka yang mengenakan jilbab tidak boleh dikeluarkan. PM sendiri mengatakan bahwa setiap penduduk akan menajdi warga Negara kelas satu. Beliau hendak meneguhkan bahwa etnik Turki, Kurdi, Alawi dan minoritas lainnya akan menjadi warga Negara yang sederajat. Ini menjadi pesan penting bagi para pemilih Turki. Sebagai seorang pemimpin yang sangat popular di Timur Tengah, Erdogan tidak lupa mengirim pesan kepada mereka, menyebutkan nama kota-kota mereka, termasuk Palestina yang sedang dijajah dengan penyampaian pesan yang agak dramatis bahwa kedudukan kota-kota tersebut sama dengan kota-kota Turki. Performan internasionalisme menjadi hal baru dalam politik Turki dan menjadikan negara itu sebagai kekuatan diplomatik baru yang melampaui batas negaranya sendiri.

Erdogan juga tak terduga mengingat kembali publik tentang episode gelap dalam sejarah masa lalu Turki di era 1960 ketika kudeta militer tidak hanya menggulingkan pemerintahan demokratis Partai Demokratik namun juga mengeksekusi tiga pemimpin politiknya. Satu diantaranya PM Adnan Menderes karena keberaniannya menolak supremasi militer.  Seperti halnya AKP, kepemimpinan Menderes memerintah Turki tiga kali berturut-turut dan menang pemilu secara telak. Erdogan hendak menyampaikan sikapnya bahwa perjuangan menuju Turki yang demokratis adalah perjuangan yang panjang dan menyakitkan. Dia juga secara tidak langsung mengingatkan masyarakat bahwa “Deep State” tidak lagi dalam posisi mengacaukan keinginan rakyat. Dan semua pesan tersebut disampaikan ditengah kemenangan dan dukungan besar rakyat Turki atas AKP.

*Professor Emeritus Hukum Internasional di Princeton University and Research Professor di  Global and International Studies di University of California, Santa Barbara.

Pro Perubahan Menang di Turki


*Abdullah Boskurt
Satu hal yang pasti dalam pemilu legislatif di Turki Ahad lalu adalah adanya keinginan besar masyarakat Turki atas masa depan yang lebih baik. Satu-satunya partai yang menderita kekalahan besar adalah partai-partai nasionalis yang tidak hanya kehilangan sejumlah perolehan kursi di parlemen namun juga merosot perolehan suaranya.

Pemilih Turki tidak hanya menunjukkan fleksibilitas dukungannya atas perubahan namun juga menghukum partai-partai status quo yang menentang perubahan itu sendiri.

AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) memimpin Turki dengan kemenangan yang menakjubkan, menangguk perolehan suara lebih 50 persen dari total suara yang masuk. Sebuah catatan tertinggi dalam sejarah pemilu Turki.  Adalah fakta bahwa AKP telah menunjukkan prestasi perubahannya dalam 9 tahun pemerintahannya dan kini akan memimpin Turki untuk ketiga kalinya.  Kemenangan ini berarti pula dukungan rakyat Turki atas kebijakan pemerintahan Erdogan selama dua periode yang telah berjalan.

Partai oposisi, Partai Rakyat Republik (CHP) juga menikmati peningkatan perolehan suara dan jumlah kursi di Parlemen dibanding pemilu 2007. CHP mencoba menarik segmentasi pemilih dengan tidak mengangkat isu ideologi.  Ini tentu poin bagus bagi CHP meski perolehannya jauh dibawah target suara 30 persen CHP dibawah kepemimpinan barunya. Nominasi para terdakwa rencana kudeta Ergenekon dalam jajaran calon anggota parlemen CHP telah menghalangi partai tersebut memperoleh target.

Dalam hal yang sama, para pemilih menghukum  Partai Gerakan Nasionalis (MHP). Partai ini secara konsisten menolak semua seruan bagi reformasi dan perubahan. Sikap puritan MHP atas perubahan konstitusional dan posisinya yang tidak mengenal kompromi tidak menarik suara pemilih. Taktik menakut-nakuti publik atas ancaman disintegrasi kaum Kurdi di Selatan justru berbalik menghantam MHP. Sementara itu, skandal atas para pemimpinnya yang suka perempuan berdampak kepada hengkangnya para pemilih perempuan.
Calon independen yang didukung Partai Demokrasi dan Perdamaian (BDP) pro Kurdi juga menangguk basis suara yang lebih luas. Alianasi BDP pro Kurdi menjadikan dua partai pro Kurdi lainnya KADEP dan HAK-PAR mampu menarik dukungan para pemilih relijius dan lainnya. Partai ini memperoleh 35 kursi dari 15 kursi sebelumnya di 2007. Meskipun adanya aliansi  tersebut, AKP masih tetap menyabet hampir separo perolehan suara di wilyah Tenggara yang menjadi basis kuat pemilih Kurdi.
 Mitos ancaman “ideologis”  oleh pemerintahan AKP di kantong sekuler,  propinsi  Barat dan Selatan tidak menunjukkan hasil. AKP sebaliknya menanguk kemenangan di Provinsi-Provinsi pantai tersebut. Di Provinsi semisal Antalya, Manisa, Aydın, Uşak, Balıkesir and Çanakkale, dimana AKP kalah dalam pemilu lokal dua tahun silam, kini justru memimpin perolehan suara. Di Izmir, kota terbesar ketiga, AKP menggoyang dominasi CHP dengan kenaikan suara 6 persen dibanding perolehan suara di 2009 sementara CHP jatuh hingga 5 persen dibandingkan hasil 2009.
Dengan pencalonan para terdakwa Ergenekon, jaringan pelaku kriminal yang berencana melakukan kudeta atas pemerintahan sah AKP, para pemilih tak segan menghukum CHP dan MHP karena membiarkan mereka maju lewat kedua partai tersebut. Kedua partai ini harus menghadapi kerepotan yang luar biasa karena mau tidak mau mengerahkan sumber daya mereka menjelaskan pencalonan tersebut kepada publik. Di Provinsi Denizli misalnya kandidat CHP yang sekaligus terdakwa Ergenekon, Ilhan Cihaner tidak berani melakukan kampanye terang-terangan di depan publik. Sementara terdakwa lainnya, Mehmet Haberal, dari CHP harus menjalankan kampanye independen di Provinsi Barat Daya Zonguldak dan terpaksa berkompetisi dengan kantor resmi CHP di provinsi tersebut.
Keputusan MHP untuk mencalonkan mantan Jenderal Engin Alan yang sedang menghadapi sidang kasus kudeta Sledgehemmer telah secara signifikan merusak citra partai sehingga berdampak kepada perolehan hasil pemilu. Sementara MHP berkampanye untuk kebebasan mengenakan jilbab yang dilarang di universitas-universitas Turki selama bertahun-tahun, alih-alih mencalonkan Alan yang dikenal reputasinya melarang pemakaian jilbab di masa lalu.
Pemilu kali ini membuktikan rakyat memilih partai-partai yang menginginkan perubahan. AKP, BDP dan beberapa hal CHP membuat lompatan dalam pemilu kali dan menang. MHP tidak dapat menunjukkan fleksibilitas dan untuk itu harus membayarnya. Kini refromasi konstitusi akan menjadi agenda utama parlemen. AKP atau partai-partai yang berupaya keras membuat perubahan akan menjadi pemenang dalam pemilu selanjutnya.

Kita Negara Besar

*Ahmad Dzakirin

Ada pesan kuat yang saya tangkap dari kunjungan sepekan kami di Pilipina, khususnya Provinsi Lanao del Sur, salah satu kawasan Muslim yang kumuh dan terbelakang. Tidak ada perbedaan signifikan ciri fisik kita dengan mayoritas penduduk Filipina baik mereka Muslim maupun tidak. Disepanjang perjalanan dari pintu keluar pesawat hingga jalanan kota, Pilipino, mereka menyapa kami dengan bahasa mereka. Tidak mengetahui jika kami dari Indonesia. Saya hanya tersenyum, menyapa kembali mereka dalam bahasa Inggris dan mereka pun meminta maaf. 

Alamnyapun tak jauh berbeda. Ketika sutradara film Dangerous Living yang mengambil latar sejarah pemberontakan PKI tidak mendapat ijin shooting dari pemerintahan Orde Baru, maka merekapun memindahkan lokasi di Pilipina. Peristiwa demi peristiwa tersebut menyentakkan kesadaran bahwa saya adalah bagian dari komunitas ras Melayu yang menjadi etnik dominan di Asia Tenggara. 

Di Provinsi Lanao Del Sur dengan ibukotv a Marawi City- misalnya, keterikatan emosi ada pada kami dengan mereka, sebagai sesama Muslim. Mereka menyambut hangat kami dan berbincang laiknya sahabat yang telah kami kenal lama. Tidak ada batas dan terasa dekat. Mereka mengatakan Indonesia adalah saudara tua mereka dan kalangan Muslim di Mindanao menjadi bagian dari keluarga besar mereka. 

Tentu ini bukan tanpa alasan. Selain ciri fisik yang tidak banyak berbeda. Artinya, jika kita berada diantara mereka tanapa mengucapkan kata sepatahpun maka kita bukanlah orang asing dimata mereka. Kita memiliki rekam jejak sebagai bangsa besar. Kekuasaan Majapahit meliputi kawasan Nusantara dan sebagian Asia Tenggara, diantaranya mencakup wilayah Mindanao, Pilipina Selatan. Ada banyak kemiripan frasa dan diksi antara bahasa Marawi dengan bahasa Jawa. Misalnya dalam penghitungan angka dari numerik satu hingga delapan. Di salah sebuah restoran sederhana dikawasan Marawi City, ada pemberitahuan dalam tulisan tangan yang tertempel di kaca. “No Money No Utang”. Saya menebak jika tulisan itu maksudnya tidak punya uang tidak boleh hutang. 

Untuk itu, mereka mengharap peran besar dan kontribusi kaum Muslimin Indonesia sebagai negara Muslim terbesar atas nasib dan masa depan minoritas kuliah kami di Singapura. Dia adalah sedikit perwira polisi Filipina yang Muslim dan berasal dari kawasan Filipina Selatan yang bergolak. Pokok perbincangan kami diseputar harapan mereka peran Indonesia sebagai big brother bagi minoritas Muslim disana. Dalam logika mereka, kebangkitan mereka akan mengikuti kebangkitan kaum Muslimin di Indonesia. Pulihnya harga diri mereka akan berkait erat dengan kembalinya harga diri dan kehormatan umat Islam di Indonesia. Sejatinya, secara geopolitis, Indonesia menjadi sedemikian penting bagi dinamika dan stabilitas politik kawasan Asia Tengara. Belum lagi kita berbicara perihal potensi dan rekam sejarah kita. 

Ketersentakan kesadaran saya itu berangkat dari fenomena kebangkitan kalangan Melayu di era-90-an. Saat itu, saya sangat mengagumi isu kebangkitan Melayu yang digawangi duo Mahathir dan Anwar Ibrahim sebelum pecah kongsi. Gagasan Islam Anwar Ibrahim dengan pelbagai proyek keumatannya seperti Universitas Islam antar Bangsa (UIC) dan kebangkitan ekonomi telah memberi inspirasi dan sekaligus apresiasi bagi kalangan aktivis Muslim di Indonesia. Karena itu pula, gerakan Darul Arqom mendapat sambutan luas di Indonesia sebelum dilarang dan dibredel pemerintah Malaysia. 

Namun saya kemudian menyadari jika ada satu faktor penting kebangkitan yang tidak dimiliki kaum Muslimin Malaysia, yakni kapasitas. Artinya, besarnya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor kapasitas atau kemampuan daya tampung. Anda boleh setuju ataupun tidak. Ada relevansi kuat antara negara besar dengan besarnya jumlah penduduk. Ada satu titik bagi negara-negara seperti Jepang, Inggris dan Belanda tidak dapat “push beyond their limit”, mendorong maju melampaui keterbatasan mereka karena minimnya jumlah penduduk mereka. Ada satu titik, kemajuan mereka tidak lagi ‘sustained’ karena keterbatasan mereka. negara-negara besar sekarang semakin berelevansi dengan besarnya jumlah penduduk: AS, China, India, Rusia, Turki dan Indonesia. Teori saya ini diperkuat dengan kesaksian para aktivis Muslim di Malaysia dalam diskusi kami di sela-sela transit sehari dalam perjalanan menuju Pilipina. “Kami menunggu Indonesia dalam garda depan kebangkitan Muslim Melayu.” Era kebangkitan Melayu Malaysia telah mencapai ujungnya untuk dilanjutkan estafetanya oleh kaum Muslimin di Indonesia. 

Namun repotnya, kita tidak banyak menyadari kenyataan itu. Ibaratnya, kaum Muslimin seperti macan tidur. Hanya saja, kita tidak sepenuhnya mengetahui kapan macan itu bangkit dari tidur panjangnya dan bagaimana kita membangkitkannya. Telah cukup lama, kita hidup dalam paradoks dan anomali. Paradok dan anomali yang terjadi karena sekian banyak teori dan konsep sosiologis kebangkitan suatu bangsa ternyata tidak berlaku bagi kita. Di era 90-an, saya sangat yakin dengan teori bahwa kebangkitan Indonesia terjadi karena bangkitnya kelompok menengah yang educated. Namun sejujurnya, saya tidak melihat dan merasakan langsung dampak langsungnya kini. Yang ada sebaliknya, sekali lagi paradoks dan anomali. Karena itu, saya teringat keluh kesah Bung Hatta tentang bangsa ini, “Sayang negeri besar ini telah melahirkan orang-orang yang berjiwa kerdil.”

Tentang Saya


Ahmad Dzakirin, S.S.,M.Sc., dilahirkan di Demak, 14 Maret 1971. Menyelesaikan       Pendidikan Strata satu(S-1) di Fakultas Sastra Inggris, Universitas Diponegoro, (UNDIP) Semarang. Sejak mahasisiwa aktif terlibat di pelbagai kegiatan keislaman di kampus dan menjadi pionir pendidikan UKM Rohis (Rohani Islam) Undip pada tahun 1966.  Pasca reformasi bergabung dengan PK (Partai Keadilan), kemudian menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
Sejak 2004, penulis hijrah ke Jakarta menjadi Asisten Pribadi Anggota DPR kemudian berturut–turut menjadi Staf Ahli DPR di Komisi 1 yang membidani Urusan Luar Negeri dan Pertahanan, Analisis Kawasan Lembaga think tank Insure (institute for Sustainable Reform), dan Kepala Desk Luar Negeri Majalah Analisis Profetik.
Penulis menyelesaikan Studi S-2 Strategic Studies di RSIS ( Rajaratnam School of International Studies), dulunya dikenal dengan nama Institute of Defense and Strategic Studies (IDSS), Singapura. Bersama rekan-rekan aktivis, penulis mengelola LSM CIR (Center for Indonesian Reform) sebagai Executive Secretary sekaligus menjadi editor Jurnal Policy Brief CIR yang konsern dalam isu Politik dan Hankam (Pertahanan dan Keamanan). Selain itu, penulis aktif mengikuti pelbagai ratusan seminar dan workshop di dalam dan luar negeri, termasuk di antaranya; Media Workshop di Asia News Channel Singapura, Political Advisors’ Course di Universitas Sydney, Australia, dan third roundtable Workshop on Islam and Democracy di Manila, Filipina. Kini,  aktif menjadi konsultan di pelbagai Pemilukada di Jawa Tengah.

Koleksi Foto










Certificate of Political Advisor awarded by Prof. Geoff Gallup, GSG, Usyd





Sydney Opera House






A Bunch of  Trainees in NSW Federal Building, Sydney




A Week Trip 2 Australia: Sydney, New South Wales




A Year in Singapore

 A News Anchor of Asia News Channel




Stood still before Twin Tower Petronas at night

A lonely night before Jose Rizal memorial in Manila





Dinner with students in  NTU South Spine Food Court, Singapore


Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

Visitors By Countries

free counters

Kalender

Jam

Link Facebook

Advertorial

Advertorial

Total Visitors

Rincian Pengunjung

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget