Kini rakyat Mesir akhirnya mendapatkan kebebasannya dari tangan rejim yang tak tahu malu melalui revolusi rakyat. Walhasil, mereka yang dulunya berpihak kepada rejim Husni Mubarak atau setidaknya bersikap netral akhirnya berbalik arah.
“Bangsa Arab merayakan kemenangan dari Teluk hingga ke Seberang Samudera”, tulis sebuah kepala berita di harian Arab. Frasa ini tidak merujuk kepada referensi geografis namun lebih kepada suatu kondisi geopolitik. Sejak mantan Presiden Mesir, Anwar Sadat mengkhianati sikap kolektif Arab dan lebih memilih jalan keluarnya sendiri (yang dianggap memalukan) dengan menandatangani perjanjian Camp David maka frase diatas selanjutnya tidak lebih dari omong kosong. Perjanjian damai Sadat secara substansial telah meminggirkan peran Mesir sendiri dan menjadikan Negara-negara Arab lainnya yang menjadi musuh Israel terjebak dalam perang yang tidak seimbang dan berikutnya dalam kondisi permanen kalah dan terhina.
Pentingnya Mubarak bagi Israel dan AS berpijak kepada fakta bahwa dia sukses menjaga kepentingan Israel untuk bantuan financial 1,8 milyar pertahun. Kebanyakan digunakan untuk kontrak militer baik dalam ‘modernisasi’ tentara, persenjataan dan latihan militer. Bantuan militer bagi Israel tentunya diberikan dua kali lebih banyak ketimbang musuh-musuh Mesir, termasuk Mesir.
Namun Mubarak mendapatkan lebih banyak dari sekedar uang cash. Keuntungan terbesarnya didapatkan dari kebijakan luar negeri AS di kawasan tersebut. Pada saat AS melanggar kedaulatan banyak Negara Arab, rejim Mubarak hampir tidak tersentuh intervensi AS. Mubarak bebas bertindak dari perlawanan di dalam negeri demikian pula kritik serius dari sekutunya di luar negeri. Anggota partai berkuasa, Partai Nasional Demokrat memanfaatkannya untuk memperkaya diri mereka diatas penderitaan 40 persen rakyat Mesir yang hidup dibawah garis kemiskinan. Partai ini menjadi perkumpulan para milyader. Kalangan menengah semakin mengecil sedangkan kelas pekerja memimpikan kehidupan yang layak. Jutaan lainnya hidup dalam penderitaan.
Semua itu tidak dianggap penting Washington dimana kebijakan yang diambil hanya mengacu kepada sudut pandang Lord Palmerston bahwa “Tidak ada sekutu permanen yang ada dalam kepentingan yang permanen”. Henry Kissinger hanya hendak menegaskan bahwa Mesir tidak akan menggangu kepentingan Israel. Namun ironisnya, ketika Wapres yang diangkat Mubarak mengumumkan pengunduran diri Mubarak, Obama tiba-tiba berubah. Dia memuji upaya rakyat mesir sebagai upaya menegakkan demokrasi sejati. Nada bicaranya laiknya para demonstran di Medan Tahrir bukannya seorang kepala negara yang pernah membela rejim Mubarak dan menyebutnya sebagai sahabat baik yang moderat. Memang benar tidak ada yang namanya sekutu permanen.
Obama yang dulu memilih Kairo menjadi tempat bagi pidato rekonsiliasinya dengan bangsa Arab dan Muslim di Juni 2009. Kairo dipilih karena Mubarak menjadi sekutu setia AS dan Israel. Dia yang mengajak Arab menyerang Irak di 1990, menentang Lebanon dalam perang melawan Israel di 2006 , dan memblokade Gaza atas perintah Israel sehingga menewaskan ribuan rakyat Palestina. Ringkasnya, Mesir dibawah Mubarak menjerat demokrasi rakyat Palestina, menghancurkan setiap potensi perlawanan dan menjamin keamanan Israel.
Menurut Wikileaks, Omar Suleiman di 2005 pernah berjanji kepada Amos Gilad, kepala Biro Keamanan Diplomatik Dephan Israel; “Tidak aakan ada pemilu di Palestina di Januari. Kami akan pastikan itu.” Ketika janji itu tidak terealisasi dan Hamas menang maka dia mengundang tentara Israel masuk ke wilayah Mesir untuk mengepung Gaza. CIA juga diijinkan untuk menyiksa ‘para tersangka teroris’ dibawah pengawasan Suleiman. Karena itu, AS memuji peran Suleiman dan tiga pecan setelah demo berlangsung, AS mendorong transisi kekuasaan dari Mubarak ke Suleiman.
Namun tekad rakyat Mesir memaksa semua skenario tersebut gagal. Para perekayasa tentu akan meneruskan makarnya. Namun semua makar itu dengan cepat gagal. Ketika rakyat Mesir menyatakan bahwa mereka ingin mengganti ‘rejim’ maka mereka benar-benar melakukannya.
Salah satu sukses besar revolusi Mesir itu adalah bahwa revolusi ini murni dari rakyat. Tidak ada sponsor perusahaan Amerika dibalik aksi ini, Tidak ada nasehat yang disampaikan oleh para penasehat mantan Presiden Bil Clinton kepada para penggerak revolusi ini dan tidak ada pula seruan dukungan dari Kairo kepada Washington, London atau bahkan Teheran untuk membantu revolusi ini. Jika ada seruan maka seruan itu untuk bangsa Arab dan rakyat yang mencintai kebebasan untuk memberikan solidaritas kepada rakyat Mesir yang berjuang mendapatkan kembali haknya untuk menentukan masa depan mereka sendiri.
Revolusi Mesir telah menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi dan kebebasan di dunia Arab tidak membutuhkan bantuan militer, doktrin politik tertentu, Proyek Demokrasi Timur Tengah ala Amerika atau kup militer yang dbantu pihak asing. Revolusi itu hanya membutuhkan rakyat biasa yang hendak mendapatkan haknya dengan kekuatan mereka sendiri. Revolusi Mesir akhirnya berhasil mengembalikan kekuasaan kepada rakyat. Sebuah pengalaman kolektif yang banyak orang akan selalu ingat dengan penuh rasa bangga. Revolusi yang akan membuat takut banyak pihak untuk alasan yang baik.
*Aktivis Palestina
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: