Akankah Militer Mesir Mendukung Rakyat?

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 09.18


*Ahmad Dzakirin
Saat pecah krisis, militer menyatakan bahwa mereka berada di jalanan untuk mendukung rakyat dan melindungi negara. Tentara menyatakan dirinya sebagai kekuatan netral. Secara  umum memang ada kerjasama antara para demonstran dengan pihak militer. Meski demikian, ada keraguan tentang klaim tersebut karena Wapres Omar Suleiman dan PM, Ahmed Shafiq berlatar belakang militer dan memiliki hubungan yang sangat dekat Hosni Mubarak. Jadi patut dipercaya jika kedekatan mereka ini sedkit banyak akan menentukan sikap militer.

Selama ini, kekuatan rejim Hosni Mubarak bergantung kepada praktek intimidasi dan kekerasan. Praktek penyiksaan adalah problema indemis di Mesir dan menjadi salah satu isu yang mendorong aksi anti Mubarak. Penyiksaan biasanya dilakukan oleh aparat keamanan dan militer adalah salah satunya.

Hingga kini, tampaknya belum ada formula yang dapat mengantar rakyat Mesir melalui proses transisi demokrasi secara mulus. Kini rakyat Mesir tengah menanti tindakan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata  setelah mengambil alih pemerintahan ad interim. Setidaknya ada dua scenario paradoksal yang mungkin akan terjadi di Mesir.

Pertama, proses transisi demokrasi macet karena para anggota Dewan tertinggi Angkatan Bersenjata  tidak lebih satu sisi dari dua mata koin yang sama dengan Mubarak. Mempertahankan kepentingan para elit politik yang selama ini dinikmati. Para elit politik dibalik Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Keamanan Nasional adalah orang-orang dekat Mubarak. Mereka ini adalah orang-orang yang dibesarkan Mubarak. Mubarak diakhir kekuasaannya masih mampu memainkan kartu politiknya untuk mengamankan asset dan kepentingan dinastinya.  Ada memang performan demokrasi namun demokrasi yang sepenuhnya dikendalikan militer laiknya Turki sebelum era AKP.  Military behind the screen. Terlebih, tampak kekhawatiran kuat AS dan Israel jika praktek demokrasi genuine Mesir berarti bangkitnya anti Amerika dan Israel. Mereka sejak awal menolak Mesir dipimpin kelompok radikal. Maka proses politik yang lamban pasca turunnya Mubarak mengindikasikan jika militer sedang ‘buying the time’. Militer sedang mempersiapkan skenario Mesir kedepan dalam versi mereka, yakni transisi demokrasi demokrasi minus gerakan Islam.

Namun yang jelas, militer telah mengkudeta Mubarak –formalnya karena tuntutan rakyat- dan militer sedang mengambil alih kekuasaan. Langkah ini pas dengan ancaman Omar Suleiman sebelumnya kepada para demonstran untuk pulang atau militer akan kudeta. Dan kini, militer telah melakukan kudeta. Jika sebelumnya ancaman kudeta tersebut menimbulkan kemarahan rakyat karena hendak mempertahankan Mubarak, kini kudeta yang dilakukan membuat rakyat senang karena meninggalkan Mubarak. Hanya  saja pesan itu disampaikan oleh orang yang sama, yakni Omar Suleiman.  Revolusi rakyat Mesir gagal memindahkan kendali kekuasaan dari militer ke sipil.

Kedua, militer cukup waras berpihak kepada keinginan rakyat. Tentunya ini akan tarik ulur dengan dinamika internal gerakan protes, sejauh mana konsolidasi mereka pasca turunnya Mubarak. Indikasi perpecahan sebenarnya mulai tampak  ketika Mubarak bersedia mundur dari partai berkuasa dan menyerahkan kekuasaan de facto kepada Omar Suleiman untuk meredam aksi demo. Beberapa partai elitis, seperti Wafd dan Tajammu menyatakan kesediaannya berdialog dengan Suleiman. Namun tampaknya tuntutan rakyat jauh lebih kuat ketimbang kalkulasi politik mereka sehingga mereka kemudian berbalik arah. Pasca lengsernya Mubarak semakin mengindikasikan ketidaksepakatan tersebut. Sebagian kelompok menyatakan pekerjaaan mereka selesai seiring turunnya Mubarak. Sementara satu pihak lainnya menegaskan eksistensi Tahrir sebagai simbol perlawanan yang belum berakhir hingga Dewan Keamanan Nasional memenuhi keinginan mereka.

Repotnya, revolusi Mesir adalah revolusi setengah hati. Revolusi yang meninggalkan militer sebagai pemenangnya dan  kelompok oposisi minus pemimpinnya. Posisi wait and see militer cukup menguntungkan. Pada satu kesempatan memberi sinyal positif kepada para demonstran namun disisi lain, bertindak represif kepada mereka. Militer memainkan peran good and bad cop.

Ada kesalahan pandangan perihal pembedaan peran militer, polisi dan departemen dalam negeri ataupun institusi  lainnya yang ada di Mesir. Menurut Huntington, Di dalam karakter negara otoritarian, institusionalisasi negara lemah dan keberadaan mereka sepenuhnya mengabdi kepada kepentingan rejim. Karakter ini ada pada Mesir. Para petinggi militer dibalik dewan tertinggi Angkatan Bersenjata  bukan orang-orang profesional dan memiliki reputasi politik yang dapat dipercaya.

Berkat Mubarak pula, aksi protes rakyat tidak memiliki pemimpinnya. Partai-partai politik cukup lemah, tidak memiliki pemimpin yang bereputasi dan diterima semua kalangan.  Ada sosok el Baradai, sang pemenang Nobel namun dia belum cukup matang secara politik untuk mengambil alih kepemimpinan. Publik Mesir tidak mengenal sosok el Baradei. Sementara oposisi terbesar, Ikhwanul Muslimin lebih merefleksikan kekuatan politik komunal ketimbang representasi figur nasional. Sepanjang 30 tahun, rejim Mubarak sukses mendelegitimasi parpol dan kehadiran para pemimpin nasional.

Titik Kritis

Para pemimpin oposisi seharusnya lebih memikirkan agenda transisi demokrasi ketimbang peran mereka pasca revolusi. Saat ini, Mesir sedang melalui titik kritis yang akan menentukan masa depan Mesir. Ketidakmampuan mereka menjalin konsolidasi pasca turunnya Mubarak akan berbalik memukul mereka. Kemenangan mereka akan dibajak kembali. Kelompok oposisi harus menyusun agenda reformasi dan mendesakkan agenda tersebut kepada pemerintahan ad interim.

Selain itu, upaya mereka membentuk komite pengawas transisi demokrasi langkah baik untuk memastikan arah Mesir kedepan. Usul Ikhwan untuk mengangkat ketua Mahkamah Konstitusi sebagai pemimpin ad interim menuju pemilu tepat. Selama ini, lembaga tersebut cukup independen dan relatif berjarak dengan rejim Mesir selain secara konstitusional masuk akal. Mereka ini yang akan memastikan proses amandemen bagi Mesir yang demokratis berjalan kepada relnya.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget