*Iason Athanasiadis
Kebijakan politik Turki yang semakin konfrontasional kepada Barat tidak hanya memiliki perspektif ideologis namun juga bisnis. Diversifikasi hubungan ekonomi dan diplomatiknya dengan negara-negara Timur Tengah telah menggeser Turki dari kebijakan tradisionalnya yang pro Barat.  

Saat masjid pertama di Kotacepe dibuka di 1987, peristiwa itu menjadi kejutan bagi sistem politik Turki.  Struktur masjid yang merefleksikan model menara dan kubah neo Usmani bertengger gagah diatas bukit dan berhadapan langsung dengan musoleum pendiri Turki sekuler Turki, Musthafa kemal.  Sementara bangunan dibawahnya menjadi pusat perbelanjaan dua lantai. Bangunan itu tidak hanya menjadi salah satu komplek ibadah terbesar di dunia Muslim, namun juga menjadi ancaman ekonomi  langsung para pebinis status quo Kemalis yang berkuasa di ibukota.

Hingga kini, pusat perbelajaan tersebut menjadi satu-satunya yang masih bertahan di wilayah itu. Mayoritas rakyat Turki yang semakin relijius telah menggabungkan menjadi satu masjid dengan pusat perbelanjaan sehingga pada akhirnya menyingkirkan kelompok dominan. Satu dekade kemudian, tepatnya di era 90-an, para industrialis konservatif Turki bermunculan dari wilayah pedalaman. Mereka menyebut dirinya “macan-macan Anatolian”. Kayseri dan Gazyanpete berubah menjadi kota-kota ramai.  

Kebijakan baru AKP yang condong ke Timur Tengah berpijak dari rasa percaya diri tadi. Ketika PM Recep Tayyip Erdogan secara terbuka mengecam Israel, dia sejatinya tengah memalingkan perhatiannya kepada pasar Arab. Sebuah analisis sederhana menyebutkan bahwa AKP dapat berpaling dengan cepat dari IMF karena milyaran dollar investasi Arab mengalir ke Turki. 

Pernyataan keras AKP selama insiden Gaza flotilla adalah bagian yang dapat digambarkan sebagai kebangkitan neo Usmanisme.  Bangkitnya kelas politik-ekonomi baru ini dimotivasi oleh nilai-nilai tradisionalisme Islam dan kehausan mereka atas pasar-pasar baru.

Penerbangan langsung ke Kabul dipenuhi oleh para pebinis Turki. Bar-bar yang dilindungi karung-karung pasir di Kabul mendendangkan lagu-lagu Turki demikian pula kegiatan keagamaan mereka. Restauran Turki menghiasi kota-kota Libya yang berlimpah minyak sedangkan para kontraktor Turki mengerjakan pembangunan gedung pencakar langit di Tripoli. Sementara pertunjukan opera sabun ala Brazil menghampiri para pemirsa TV di Mesir, Suriah dan Emirat Arab berkisah bagaimana kehidupan seorang Muslim.  Para Turis Arab juga membanjiri Istambul, tidak hanya mencicipi masakan khas Turki, menikmati keindahan arsitektur peninggalan Usmani namun juga mengunjungi tempat pembuatan film-film favorit mereka. Secara politik, Erdogan juga mengambilalih peran Ahmadinejad dimata dunia Islam sebagai pemimpin Muslim yang berani berkata apa adanya.

Lebih dari dua tahun, Erdogan menggeser Turki dari kebijakan tradisionalnya yang pro Barat. Dia dengan gagah berani meninggalkan Forum Davos 2009 saat berdebat dengan Shimon Peres. Sebelumnya dia menuduh Israel berbohong, menyatakan keinginannya bernegosiasi dengan Suriah namun pada saat bersamaan menyerang Gaza di 2008.  Juni ini, Menlu Turki Ahmet Davutoglu mengungkapkan kemarahannya kepada Duta Besar Israel dalam Konperensi keamanan yang berlangsung tertutup bahwa Israel tidak dapat bertindak semaunya. Ini kurang lebih yang disampaikan salah seorang diplomat yang hadir dalam forum tersebut.

“Pada satu sisi, mereka mendorong keluar Israel namun pada sisi lain mereka semakin dekat dengan Arab dan dunia Islam, seolah satu langkah ini adalah konsekuensi dari langkah lainnya,” tutur Dogan Tilic, penulis kiri. “Israel tidak punya daya tarik ekonomi bagi Turki sementara Timur Tengah adalah pasar besar Turki. Jadi friksi ini tidak hanya latar belakang ideologis,  namun juga ada alasan ekonomi dan politik.”

Sebagai Negara Asia yang paling barat, Turki terhubung dengan Barat persis setelah keruntuhan imperium Usmani yang wilayahnya membentang hingga ke dinding kota Wina. Musthafa Kemal, seorang pemimpin kebaratan dari kota pelabuhan Yunani, Salonika segera membuang alphabet Arab dan menggantikannya dengan bahasa latin, memaksakan diperdengarkannya musik klasik dan melarang kelompok sufi, turban dan semua bentuk yang dipandang warisan agama yang berbau klenik.

Selama Perang Dingin, Turki menjadi bagian barat. Kini, Turki memiliki jumlah pasukan terbesar kesembilan di Afghanistan. Meskipun krisis ekonomi menghantam Uni Eropa, Ankara masih berharap dapat bergabung klub barat. Meskipun, politik Turki masih mewarisi ketidakpercayaan Ataturk atas Barat. Meskipun dia sepenuh hati memeluk budaya barat, namun dia tidak dapat melupakan bagaimana pasukan sekutu mendesak Yunani melakukan invasi di 1919. Barat hendak menghabisi sama sekali sisa-sisa Kekaisaran Usmani. Dia baru sadar bahwa diakhir Perang Dunia I, angkatan laut Inggris dan Perancis hendak menyerang metropolis di selat Bosporus. Ataturk kemudian membangun ibukota baru di daerah pedalaman Anatolia untuk menghindari serangan dari laut. 

Kini, Turki telah memulihkan kembali kepercayaannya. Erdogan memfokuskan kembali kebijakan politik luar negerinya ke Timur Tengah dan Balkan. Dia sering melakukan pertemuan-pertemuan tingkat tinggi di bekas pemerintahan Usmani di Istambul. Pada saat bersamaan, dia terus melakukan modernisasi negeri itu dengan memperbesar subsidi pemerintah untuk akomodasi publik yang dikenal dengan TOKI. Telah  banyak terjadi perubahan di Anatolia dari gaya hidup tradisional mereka sebelumnya. 

Masyarakat Turki juga berubah. Perjuangan warga untuk dapat memakai hijab didukung oleh pemerintah. Dalam program TV pagi, peran para professor perguruan tinggi digantikan oleh para ulama yang mengisi kajian agama.  

“Turki masih dalam perputaran penuh setelah 150 tahun dan akan bergerak melampui keterbatasan-keterbatasan pemerintahan Usmani,” ungkap Graham Fueller, mantan analis CIA dan penulis buku “The New Turkish Republic” dan “A World Without Islam”. Dia yakin bahwa Usmanisme masih relevan sekarang. “Anda masih memiliki masalah Turki-Turanian, salah satu bahasa yang cepat tersebar di dunia, yang memiliki hubungan jauh dengan budaya-budaya universal dari kekaisaran Mongol, pengaruh Turki di Kaukasia dan Asia Tengah dan akar Turki di China.”

Ketika Fethullah Gulen, yang menjadi ikon keagamaan bagi jutaan rakyat  Turki memecah kebisuaannya dengan mengkritik keras Israel atas insiden Gaza flotilla di pengasingannya di AS, tak pelak hal itu menandakan bagaimana kebangkitan pengaruh Muslim di peta politik Turki mulai terpecah.  Erdogan dulunya adalah pengikut Fethullah Gulen namun kemudian khawatir bahwa Washington akan berupaya menyingkirkan dia melalui gurunya. Dia perlahan mulai meninggalkan mentornya. Erdogan baru-baru ini menyatakan bahwa “Bangsa Turki tahu benar organisasi teroris bekerja sebagai sub kontraktor.”

Matahari tidak lagi bersinar dan tenggelam di belahan barat,” kata Fuller. “Visi kebijakan luar negeri  Davutoglu, Menlu Turki  berkibar dan akan tetap berkibar sekalipun AKP jatuh.” 

Demikian pula yang diamati Teazis dipelbagai pusat perbelanjaan di Ankara tentang perilaku belanja para wanita. Menurutnya,”Ini adalah tanda zaman. Wanita yang banyak belanja di mall-mall tersebut kebanyakan para wanita berjilbab sedangkan para wanita sekuler hanya berjalan-jalan saja.”

*Jurnalis yang berbasis di Turki

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget