AS Melindungi Kejahatan Israel

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 07.34


*Ahmad Dzakirin
AS kembali melakukan tindakan politik yang sangat irasional dan berbahaya. Jumat lalu, (18/2) AS memveto Resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan, Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Veto AS titu ak pelak menjadi pukulan mematikan bagi kredibilitas dunia internasional dan proses perdamaian di Timur Tengah.
Veto yang diusulkan 130 negara itu diajukan ke Sidang Dewan Keamanan PBB pada Jumat lalu dan hampir didukung secara aklamasi oleh semua negara anggota Dewan Keamanan PBB kecuali AS. Kendati perwakilan AS di PBB meminta langkah veto AS tidak dianggap sebagai bentuk dukungan kepada kebijakan pemukiman Israel. Menurutnya, isu tersebut hanya bisa diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam konflik ini, yakni Israel dan Palestina. 
Namun mengutip Richard Falk, langkah ini tidak pelak menunjukkan sikap arogan AS yang secara geopolitik memalukan. Veto ini ingin menunjukkan siapa yang sebenarnya berkuasa dalam struktur politik domestik AS sepanjang berurusan dengan kepentingan Zionis. Sebuah  upaya konsensus  internasional dijamin berantakan karena disandera kebijakan  politik yang ceroboh dan merusak citra AS sebagai penengah yang adil.  Veto ini tidak lain merupakan ekspresi politik lobby pro Israel yang hendak menegaskan bahwa Israel adalah pemegang hak veto dalam isu ini sementara pemerintah AS adalah pelaksananya.  
Akhirnya, seorang Obama yang menjanjikan perubahan kepada dunia Islam harus bertekuk lutut, menelan ludahnya dan terpaksa harus berkata kepada publik AS bahwa isu ini (baca: gurita kelompok Zionis dalam struktur politik AS) jauh lebih rumit dari yang dia bayangkan. Dia dipermalukan oleh mitra politiknya di Konggres saat kunjungan Netanyahu ke AS.
Obama ingin menegaskan kewibawaan negara adidaya itu dengan menghukum Netanyahu karena mempermalukan Wapres Joe Biden dalam isu pemukiman illegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.  Acara jamuan makan malam menyambut Netanyahu di Gedung Putih diselenggarakan minus anak isteri Obama. Namun, Obama sehari kemudian, Konggres –full team dari Demokrat dan Republik- menyambut hangat Netanyahu. Nancy Pelossi, ketua dan partner Obama di Konggres mengecam sikap sang presiden. Obama menelan pil pahit bahwa dia tidak dapat bermain-main dengan kepentingan Zionis. Obama tidak lebih berani dari Bush Senior dan Clinton yang beberapa kali mendukung resolusi yang mengutuk Israel untuk kasus yang berbeda.
Veto AS  untuk melindungi kepentingan Israel tersebut bukan pertama kalinya dilakukan AS. Menurut laman Ifamericanknew.com AS tidak kurang mengeluarkan lebih 50 veto untuk melindungi Israel sejak 1968. AS untuk kesekian kali pula mengorbankan kepentingan keamanan nasionalnya untuk sebuah negara rasis yang tidak menghormati hukum internasional.
Namun siapa peduli? Sebagai Negara adidaya, AS berpikir dapat memaksa kebijakannya kepada negara manapun melalui backstage diplomacy. AS selalu punya partner jahat untuk urusan tersebut, terutama kepada rejim korup dan tidak popular seperti Otoritas Palestina. Mahmoud  Abbas –misalnya-lebih peduli mempertahankan kekuasaaanya sekalipun mengkhianati rakyat dan negaranya. Dalam Palestine Paper yang dibocorkan Aljazeera, kita dapat melihat  kebobrokan dan pengkhianatan mereka.
Jadi logikanya adalah AS sepenuhnya memahami akibat temporal kemarahan dunia Islam atas veto tersebut. Namun AS juga paham bahwa dunia Islam akan mudah melupakannya karena para rejim otokrat di Timur Tengah dan dunia Islam akan kembali membutuhkan AS untuk pelbagai alasan yang berbeda. Hampir tidak ada apa yang disebut sebagai concerted diplomacy negara-negara Muslim untuk menyelesaikan konflik yang hampir menguras energi dan resources masyarakat internasional. Namun ironisnya, Resources dan energi dunia Islam pada akhirnya terserap oleh kepentingan dan agenda politik AS. Pakistan dan Afghanistan–misalnya- berpotensi menjadi failed state karena tunduk kepada kebijakan anti terorisme AS.
Sementara bagi Israel, Negara rasis itu tidak membutuhkan opini dunia selama arah kebijakan LN AS berada dalam kontrol lobby Yahudi.  Sudah terlampau banyak Resolusi PBB dikeluarkan dan tidak ada tindakan konkrit untuk memastikan bahwa Israel mematuhi hukum internasional.  Kebijakan mutakhir Israel, menurut Komisi HAM PBB adalah kebijakan yang sepenuhnya rasis dan melanggar hak asasi manusia. Israel adalah Negara terakhir yang terang-terangan menerapkan kebijakan berdasarkan diskriminasi rasial.
Namun satu hal yang pasti,  veto AS pada hari Jumat lalu mengindikasikan dua hal: pertama, proses absorsi politik LN AS kedalam kepentingan Israel telah mencapai titik puncaknya. Jika pada masa Clinton dan Bush Senior ada proses politik tarik ulur dalam isu ini dan kadang pemerintah AS mengambil tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan Zionis, namun di dua pemerintahan terakhir, Bush Yunior dan Obama, proses tersebut hampir-hampir tidak ada. Proses zionisasi dalam kebijakan politik luar negeri AS telah mencapai tahap final. Akusisi mutak itu bahkan secara irasional mengabaikan dan sama sekali tidak memperhatikan dinamika dan perubahan lanskap politik kawasan Timur Tengah yang sudah tidak lagi pro Amerika. Dalam titik ini pula, Fisk mengatakan bahwa para pengambil kebijakan AS secara sengaja telah mengubah Declaration of Independenc, 4 Juli  yang menjadi titik tolok AS sebagai kampiun demokrasi dan HAM menjadi hari duka cita bagi rakyat AS.
Kedua, implikasinya,  politik LN AS yang membabi buta itu secara pasti merusak dan mengorbankan strategi keamanan dan aliansi AS. Bagi pemerintahan pasca rejim dictator seperti Mesir dan Tunisia akan mengambil kebijakan yang lebih independen. AS berpotensi kehilangan partner setianya Mesir, yang menjadi episentrum penyelesaian konflik Timur Tengah pasca Revolusi. Pemerintahan baru pasca Mubarak mau tidak mau harus bernegosiasi dengan kepentingan mayoritas rakyat Mesir yang muak dengan sepak terjang dan arogansi Israel. Sedangkan bagi negara –negara otokratik Timur Tengah. yang pro AS akan mengambil jarak dengan AS karena khawatir dengan resistensi domestik. Kebijakan no longer US puppet telah menjadi domino effect yang tak terhindarkan. AS telah kehilangan Turki, Irak, Lebanon, Mesir dan Tunisia. Sementara the last dictators standing seperti Arab Saudi, Yordania, Yaman, Bahrain dan Libya jika tidak jatuh karena revolusi rakyat maka mereka akan menerapkan kebijakan yang lebih pro Israel demi menghindari kemarahan rakyat.
Jika demikian, sitir Fisk, pengambil kebijakan AS telah secara sengaja  mengubah prinsip-prinsip Declaration of Independence, 4 Juli  yang menjadi titik tolok peran AS sebagai kampiun demokrasi dan HAM menjadi hari dan deklarasi bangkitnya duka cita bagi rakyat AS karena AS secara membabi buta melindungi kejahatan Israel.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget