Pemanasan Global dan Potensi Ancaman Bagi Indonesia

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 21.43


*Ahmad Dzakirin
Apakah perubahan iklim global (climate change) menyebabkan disintegrasi pada suatu negara dan memicu konflik antar negara? Para pakar non traditional security sejatinya bersepakat bahwa dampak perubahan iklim berpotensi besar melahirkan konflik domestik dan instabilitas keamanan baik dalam lingkup regional dan global. Namun para pakar ini tidak dapat memprediksikan apakah perubahan yang berimplikasi konflik itu terjadi secara gradual. Atau sebaliknya pelbagai faktor yang berkelindan (interacting factors) seperti deforestasi (penggundulan hutan) dan minimnya energi alternatif akan menjadikan ancaman itu cenderung dekat. 

Dalam konteks global, perubahan iklim telah membangun jurang disparitas dan konflik negara berkembang vis a vis negara maju. Negara kaya (baca: negara-negara industri) secara historis dikenal sebagai konsumen sekaligus penyumbang polusi emisi karbon terbesar di dunia yang berkontribusi pada perubahan iklim global. Sebaliknya, negara-negara berkembang terkena dampak langsung perubahan iklim seperti meningkatnya permukaan air laut, musim kemarau berkepanjangan, banjir bandang, badai dan perubahan cuaca yang ekstrim lainnya. Tidak pelak fenomena ini mengundang reaksi keras negara-negara berkembang. Para pemimpin Afrika dan Amerika Latin misalnya- menyebutkan bahwa bencana perubahan iklim ini sebagai tindak agresi negara-negara kaya atas negara-negara miskin. 

Para pakar  keamanan Gedung Putih sendiri dalam National Security Strategy, 2006 merumuskan 7 karakter ancaman lokal dan 3 ancaman global maupun regional dari perubahan iklim. 7 karakter lokal meliputi kelangkaan pangan dan air, peningkatan intensitas bencana alam, bahaya endemik bakteri dan virus atas manusia, mitigasi mega proyek dan upaya adaptasi pemerintah yang bertabrakan dengan kepentingan penduduk lokal, peningkatan permukaan air laut dan ancaman migrasi besar-besaran, kelangkaan sumber energi dan perebutan akses energi, serta terhalangnya kesiapan dan mobilitas militer disebabkan kelangkaan energi dan perubahan cuaca yang ekstrim. Sedangkan 3 karakter globalnya adalah: ancaman eksodus lintas negara, instabilitas negara karena meningkatnya aksi terorisme, serta kecenderungan antagonisme global dan perang untuk memperebutkan sumber mineral seperti minyak dan air. Bahkan dalam assessment keamanan national hingga 2030 disebutkan bahwa climate change akan menjadi ancaman domestik terbesar bagi AS.

Prediksi Ancaman Climate Change bagi Indonesia

Ada setidaknya tiga karakteristik ancaman regional karena perubahan iklim bagi Indonesia dalam jangka pendek, menengah dan panjang. 

Pertama, laut menjadi jalur transportasi yang tidak ramah. Kini kita tengah menyaksikan fenomena berupa ketidaklaziman iklim musiman seperti musim yang berubah secara mendadak atau kejadian ekstrim lingkungan akibat El Nino dan La Nina yang sering mengakibatkan badai laut yan mengancam perairan kita. Diprediksikan peristiwa alam ini akan lebih sering terjadi seiring dengan semakin melelehnya es di kutub selatan maupun utara akibat temperature bumi yang semakin meningkat.  

Ancaman ini berpotensi merusak aktivitas perekenomian domestik kita karena 80 persen perdagangan lintas pulau maupun aktivitas ekspor-import mengandalkan jalur laut. Berapa kerugian yang ditanggung sebagai akibat terhentinya aktivitas perekonomian kita yang berbasis maritim ini? Kemudian, berapa investasi ekonomi yang harus ditanggung negara maupun sektor swasta bagi penyediaan infrastruktur maritim yang memadai seperti yang kapal bertonase besar dan mungkin jembatan penghubung antar pulau untuk mengatasi iklim laut yang tak bersahabat? Belum lagi, potensi ancaman konflik lokal yang menjadi faktor turunan dari perubahan iklim ini seperti terhentinya aktivitas distribusi bahan pokok dan BBM. 

Kedua, ancaman kedaulatan dan integritas teritorial karena perubahan lanskap demografis kita sebagai akibat meningkatnya permukaan air laut. Tidak pelak perubahan ini berimplikasi pada reinterpretasi delimitasi territorial laut sebagaimana diatur dalam hukum laut internasional (UNCLOS 1982). Jika batas territorial laut sebuah negara sebelumnya diatur dari batas terendah air laut dalam keadaan surut maka tak pelak naiknya permukaan air laut akan memangkas luas territorial laut kita. Diprediksikan dalam 10 tahun mendatang, dampak perubahan iklim ini akan mengancam pulau-pulau terkecil yang menjadi batas terluar wilayah Indonesia. Ancaman tenggelamnya Pulau Nipah telah menjadi perhatian serius kita sehingga kini pemerintah terpaksa melakukan reklamasi kembali. 

Dalam konteks serupa, belum kelarnya ratifikasi batas territorial bagian Barat dan Timur dengan Singapura akan semakin meninggalkan dan memperkeruh konflik di masa depan. Terlebih, Singapura telah melakukan reklamasi pantai Singapura di wilayah yang belum teratifikasi dan diduga telah mencapai lebih dari 125 km dari panjang pantai sebelumnya. Pun potensi konflik yang sama menanti Indonesia dengan beberapa negara tetangga lainnya seperti Malaysia dan China menyangkut klaim atas laut China Selatan.

Ketiga, antagonisme global sebagai dampak climate change. Indonesia kini berada satu blok dengan negara-negara berkembang lainnya menuntut kompensasi ekonomi atas kerusakan iklim global yang dituding dilakukan oleh negara-negara industri. Bagi mereka, perubahan iklim adalah kolonialisme dalam bentuk lain dari negara maju atas negara berkembang. Dengan demikian, isu perubahan iklim kini telah membentuk afiliasi politik negara berkembang selain isu disparitas ekonomi di WTO.

Roadmap Ketahanan Lingkungan Kita

Fenomena climate change telah banyak merubah roadmap keamanan negara-negara maju. Ide environmental security menjadi kajian dan bagian kebijakan keamanan integral negara. Di AS, FEMA (Federal Emergency Management Agency) atau managemen krisis bagi penanggulangan dan recovery bencana alam menjadi bagian Departemen Homeland Security yang juga menjadi payung aktivitas anti terorisme didalam negeri. Dalam perspektif ini, dampak climate change tidak hanya berimbas pada sector ekonomi namun lebih jauh pada eksistensi dan keberangsungan sebuah negara. 

Kemungkinan potensi konflik sangat dipengaruhi oleh derajat pemahaman atas ancaman (threat perception) dan respon efektif (crisis management) atas potensi ancaman tersebut. Indonesia tergolong lemah dalam kedua aspek tersebut. Hingga kini kita tidak memiliki roadmap keamanan nasional (national security) yang integratif dan yang dibangun dari formulasi kepentingan nasional kita (national interest) yang jelas. Padahal, Indonesia dengan lanskap negara kepulauan sangat rentan terhadap ancaman karena perubahan iklim.

Dengan demikian, dibutuhkan perubahan paradigma keamanan dari para elit politik dan keamanan kita. Perlu dibangun perspektif national security yang tidak semata dibangun dari  semata ancaman militer atau bahkan direduksi hanya dari ancaman ekstrim kanan ataupun kiri yang sejatinya warisan era Perang Dingin. Perubahan tersebut tidak hanya tuntutan faktual disaat Indonesia kini menghadapi perubahan ekologis sekaligus implikasi yang mengikutinya. Perubahan itu tidak hanya mencakup perubahan paradigma, namun juga perubahan yang menyangkut respon, perilaku dan kelembagaan dalam melihat ancaman perubahan lingkungan fisis kita. Wallahu A’lam.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget