* Dr. Muqtedar Khan
Namun kejadian beberapa tahun terakhir membuat saya kecewa. Taruhlah misalnya, Tony Blair, George Bush dan Dick Cheney menginvasi negara lain ditengah protes dan penentangan jutaan rakyatnya sendiri. Invasi Irak adalah kejahatan perang yang tidak dapat dicegah demokrasi. Terima kasih kepada demokrasi di Irak, kini lebih dari sejuta warga Irak tewas karena invasi tersebut. Satu setengah juta pengungsi bertebaran di tiga benua. ratusan wanita Irak kini terpaksa menjadi pelacur hanya untuk menghidupi anaknya.
Hukum dibuat di Ingris dan AS hanya untuk mengingkari gagasan demokrasi. Para pemimpin berkali-kali berbohong kepada rakyatnya namun berkali-kali pula dipilih kembali. Membunuh ratusan rakyat sipil, menyiksa mereka, menculik dan menyuap menjadi standar operasi demokrasi. Demokrasi kali ini bekerja dan berperilaku seperti mafia yang brutal.
Bahkan demokrasi tidak dapat membedakan antara penjahat perang, kriminal, pembunuh massal dan negarawan. Di India, Narendra Modi, Kepala Menteri Gujarat pernah merancang pembunuhan minoritas di 2002. Mesin negara yang dikuasai para bajingan membunuh lebih dari 2000 orang, merusak ribuan bisnis dan meninggalkan ribuan lainnya kehilangan rumah. Dia dikutuk organisasi kemanusiaan dunia karena kejahatannya namun di negara demokrasi terbesar ini, dia dipilih kembali. Kenyataannya, salah satu anggota tim transisi Obama, Sonal Shah adalah orang yang memiliki hubungan dekat sang penjahat dan kelompoknya.
Tampaknya, demokrasi menghadapi masalah dengan para pemimpin yang tangannya penuh darah. Kemerosotan moral demokrasi ini dampak langsung perang anti teror Bush. Rakyat dicekoki doktrin bahwa musuh mereka keji maka apapun cara keji dapat dibenarkan. Dengan dukungan dramatisasi media, mereka membutakan kepekaan moral rakyat sehingga menerima apapun langkah yang diambil pemerintah.
Pekan ini kita menyaksikan kekejian di tanah suci yang dilakukan Israel. Membantai lebih dari 400 warga sipil Palestina. Kekejian di tanah pendudukan terbesar sejak pembantaian yang dilakukan dua kelompok teroris Israel, Irgun dan Lehi yang membantai 254 warga sipil di Der Yassin, 1948. Seminggu sebelum agresi, Hamas meluncurkan 100 roket ke wilayah Israel namun tak membunuh satupun. Namun hal itu menjadi justifikasi bagi aksi brutal yang membunuh lebih dari 500 orang dan melukai 2000 lainnya.
Ketika saya mendengar pernyataan George Bush yang menyalahkan Hamas sementara sang Mesiah sedang asyik erlibur di Hawai, saya benar-benar terheran-heran dengan hilangnya sama sekali naluri kemanusiaan mereka. Tidak ada sama sekali secercah simpati, penyesalan maupun kepedihan dari mereka yang meregang nyawa. Hati mereka layaknya batu.
Aksi terorisme Israel dan diamnya AS tidak hanya mengancam nyawa manusia namun juga merusak kemanusian banyak negara. Jika AS dan Israel percaya bahwa hanya demokrasi yang peduli HAM maka pembantaian ratusan jiwa dan diamnya rakyat mereka menunjukkan ada sesuatu yang salah dengan demokrasi.
Saya masih mempercayai demokrasi sebagai system pemerintahan yang baik namun saya juga khawatir bahwa demokrasi kini tidak hanya menghadapi resesi ekonomi namun juga resesi moral.
* Director of Islamic Studies di University Delaware dan peneliti di Institute for Social Policy and Understanding (Ijtihad.org).
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: