*Ahmad Dzakirin  
Mampukah Perubahan Dilakukan Dengan Serta Merta ? 

Pertanyaan ini dilontarkan untuk menegaskan bahwa Allah telah menentukan hukum-hukum-Nya di alam (Sunnatullah). Allah tidak akan menyelisihi hukum-Nya (Ar-Rum:30). Bagian dari Sunnatullah dalam perubahan adalah pengakuan adanya prosesi rentang waktu dan ikhtiyar-ikhtiyar besar menuju perubahan Islam. Kedua prasyarat itupun mesti berkompetisi dengan upaya serupa dari pihak yang menentangnya.   Dan ini adalah hukum Allah. Allah SWT berfirman: ”Wahai orang-orang beriman bersabarlah dan lipatgandakan kesabaran dan bersiap-siaplah dan bertakwalah kepada Allah agar engkau mendapat kemenangan.” (QS. 3:200) Faktor kemenangan pembela Islam dalam ayat ini diperoleh karena keunggulan komparatif yang tidak dimiliki lawannya. Yakni ‘kesabaran yang berlipat ganda’, kewaspadaan dan pensadaran diri sepenuhnya pada Allah. Yusuf Qardhawi dalam ‘As-Shabru fil Qur’an’ (1995) menjelaskan bahwa Allah tidak hanya memerintahkan kaum Muslimin bersabar namun juga melipatgandakan kesabaran (Mushabarah). Jika musuh memiliki satu kesabaran dalam pembelaannya, kaum Muslimin  harus memiliki lebih banyak kesabaran. Dan kualitas kesabaran semacam itu tidak dapat diraih selain penyandaraan diri yang mutlak kepada Allah SWT (tawakkul).

Fenomena Alqur’an ini hendaknya dipahami secara benar baik secara fikrah maupun amaliah. Penjabaran kesabaran dan kewaspadaan dalam konteks ini adalah bahwa kita harus mempersiapkan sumber daya secara memadai, melindunginya dari kehancuran sebelum berkembang, menunggu dengan perhitungan yang akurat saat tepat memetik kemenangan dan mendidik para pendukungnya istiqomah di jalan kebenaran. Jika kita bersabar bahwa ada sekian lama prosesi waktu yang kita butuhkan untuk berpaling kepada Islam sejati namun kita  acapkali tidak cukup bersabar menyaksikan proses serupa terjadi pada orang lain. Pernah terlontar suatu pertanyaan heroik dalam suatu forum :”Jika kita mampu melakukan gerakan Reformasi yang menumbangkan rejim yang zalim, mengapa kita tidak mampu melakukan revolusi merubah sistem kufur menjadi Islam?” Seharusnya kita berpikir bahwa perubahan menuju Islam membutuhkan  sekian banyak revolusi-kalau misalnya anda sepakat dengan terminologi ini- sesuai dengan  jenjang dan kapasitas kemampuannya. Dan Gerakan Reformasi 1998 adalah salah satu revolusi awal diantara sekian banyak revolusi menuju Islam lainnya yang secara alamiah dibutuhkan.

Ambigu Kita dan Isu Revolusi

Suatu ketika saya bertanya kepada seorang kawan aktivis, ”Kita telah menerima platform demokrasi dan siap berkompetisi dalam platform tersebut. Tiba-tiba ada ada tawaran kudeta atas nama Islam dari salah satu klik militer yang kuat. Apakah anda menerima tawaran tersebut? Kawan ini menjawab tegas, ”Ya, kita terima.”

Saya  kecewa dengan jawaban tadi, setidak-tidaknya ada dua alasan utama tentang hal ini: pertama, pemerintahan hasil kudeta pada dasarnya tidak menguntungkan dari sisi stabilitas politik karena : 
  1. Pemerintah tidak  dapat berinteraksi dengan orang secara mudah.
  2.  Pemerintah biasanya jauh dari rakyat. 
  3. Pemerintah tidak mempunyai kemampuan mengelola negara oleh karena itu menggantungkan pihak lain yang dipandang tidak akan merongrong kekuasaannya. Tidak peduli cakap ataupun tidak. 
  4. Banyak munafiqin akan bergabung dengan sistem yang baru tadi, bekerja dan mengatakan sesuatu yang pas dengan gagasan revolusi. 
  5. Akan lebih banyak terjadi korupsi dan penyimpangan.

Pada kenyataannya, kita tidak menyiapkan masyarakat untuk menerapkan Islam dan siap menghadapi pelbagai problema tadi? Apa yang akan kita lakukan jika anda menghadapi oposisi kuat? Apakah anda akan melempar lawan-lawan anda ke penjara dan menyiksanya demi Islam? Ataukah membiarkan mereka merongrong pemerintah anda yang tidak populer? Selain itu, dapatkah anda menjamin jika musuh Islam memerangi anda, ternyata rakyat anda bukan pihak yang pertama kali menendang anda? Oleh karenanya, Islam Ziauddin Sardar (1993) berkomentar, ”Saya tidak mempercayai Islam dapat ditegakkan melalui kudeta para petualang politik ambisius baik dari kalangan sipil maupun militer.” Cara pandang visioner  ditunjukkan Al-Allamah Abul A’la Al Maududi dalam mengomentari petualangan militer ini sekalipun demi alasan Islam, “Jika saya mempunyai otoritas atas militer, tentu saya pergunakan otoritas itu untuk mencegah terjadinya kudeta militer.”

Kedua, kita mempertaruhkan konsistensi dan tranparansi sikap politik kita. Keuntungan didepan mata tidak lantas memperbolehkan membokong. Mengambil jalan pintas, membatalkan komitmen  dan mengkhianati perjanjian secara sepihak. Padahal Islam tidak memperbolehkan berkhianat. Saya sepenuhnya menyadari bahwa kemenangan Islam tidak dapat diraih semata melalui mekanisme demokrasi. Apalagi mengharapkan perubahan besar politik dari garansi hasil kotak suara. Pelbagai bukti menunjukkan ambiguitas demokrasi yang ditunjukkan AS dan mitra sekular selama ini. Dalam pandangan mereka, demokrasi berarti pembatalan kemenangan secara sepihak dan tindakan represif jika kemenangan dipihak Islam.  Namun setidak-tidaknya, kita bukan yang ‘main kayu’ dan bersikap curang atas komitmen tadi. Karena Islam tidak mengajarinya. Umat Islam pada hakekatnya siap bermain dengan cara apapun. Namun ketika kita harus memilih antara berkompetisi secara militer dengan konsekuensi korban jiwa tak terhitung banyaknya ataukah berkompetisi melalui mekanisme demokrasi dengan cara elegan, tranparan dan tanpa kekerasan. Niscaya Islam mengajarkan kita memilih cara kedua. Imam Hasan Al Banna mengingkari penggunaan kekerasan dan teror yang berdalih  konsolidasi Islam. “Adapun revolusi, Ikhwanul Muslimin tidak pernah berpikir tentangnya, tidak menggunakannya dan tidak yakin dengan manfaat serta hasilnya.”

1 Comment

  1. aktivis kammi banyak yg lupa akan esensi stabilitas politik, syukran sudah mencerahkan pak

    Posted on 28 Oktober 2010 pukul 18.48

     

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget