Pengangkatan Laksamana Agus Suhartono sebagai Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dari matra Angkatan Laut patut
disyukuri. Selain karena, adanya tradisi baru rotasi kepemimpinan di tubuh
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dijalankan Gus Dur pasca Reformasi
sehingga tidak didominasi unsur Angkatan Darat (AD), namun kepemimpinan baru
dari matra laut ini diharapkan dapat membuka kembali isu yang lebih substabsial
perihal konsep pertahanan dan keamanan kita yang relevan dengan perkembangan zaman.
Mengutip Andi Wijayanto, pengamat TNI, ada setidaknya dua
agenda mendesak yang harus dilakukan kepemimpianan baru di tubuh TNI ini.
Pertama, menuntaskan proses reformasi TNI yang sejalan dengan semangat
reformasi dan kedua, kebutuhan transformasi TNI baik dalam doktrin
pertahanan, modernisasi alutsista maupun kesejahteraan prajurit. Dalam uji kelayakan
dan kepatutan didepan Komisi I DPR RI, Laksamana Agus berjanji akan menghapus
Koramil (Komando Rayon Militer) dan mengurangi personil di level bataliyon
hingga Babinsa (Bintara Pembina Desa). Upaya itu sendiri dapat dinilai sebagai
langkah menuju profesionalisme TNI, namun yang lebih penting lagi, panglima TNI
seyogyanya juga memiliki konsep alternatif pertahanan kita. Diskusi tentang
konsep pertahanan alternatif tidak pelak akan membuka pertanyaan: Apakah model
pembangunan pertahanan yang berbasis matra darat masih relevan dengan kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan tuntutan perkembangan zaman.
Jawaban atas pertanyaan tersebut jelas akan berimplikasi kepada perlunya pada
satu sisi, revitalisasi dan penyegaran gagasan para petinggi TNI dalam melihat
tantangan Indonesia secara lebih komprehensif dan aktual namun disisi lain
dapat menghilangkan kendala klasik ego-sektoral.
Desain Ideal Pertahanan Kita
Ada dua hal yang secara kategoris cukup penting dalam
melihat desain ideal pertahanan kita. Pertama, adanya pergeseran konsep
pertahanan modern. Pasca Perang Dingin, desain pertahanan modern berkembang
lebih konprehensif dan bertransformasi dari konsep rivalitas ideologis atau state-centered
kedalam desain pertahanan yang berbasis kepada penjagaan pertumbuhan ekonomi
suatu negara yang lebih bersifat human-centered. konsep ini
mencakup aspek pendekatan non tradisional, yang tidak memandang konseptualisasi
security semata dalam perspektif militer an sich, namun lebih
kepada aspek human security. UNDP (United Nations of Development
Program) memformulasikan aspek ini kedalam tujuh ruang lingkup, yang mencakup
keamanan ekonomi, makanan, kesehatan, lingkungan hidup, individu, komunitas dan
politik.
Konsep
ini membawa kepada formulasi yang tepat apa atas yang menjadi ruang lingkup
kepentingan nasional (national interest) suatu negara dimana desain pertahanan
mereka berdasarkan formulasi kepentingan tersebut. Dalam konsep ini pula,
sangat mungkin kepentingan faktual sebuah negara berada diluar jurisdiksi
kedaulatannya (beyond jurisdiction).
Singapura misalnya, kepentingan nasional mereka berada di
Selat Malaka, yang berada diluar jurisdiksi mereka. Selat Malaka menjadi urat
nadi (lifeblood) eksistensi politik dan ekonomi negeri Singa itu. Maka
setiap gangguan (disruption) keamanan di selat yang dimiliki Indonesia
dan Malaysia itu dapat dipandang sebagai ancaman kepentingan nasional. Oleh
karena itu, konstruksi pertahanan Singapura tidak terlepas dari antisipasi atas
kerentanan (volatilitas) keamanan yang dipersepsikan atas kawasan
tersebut. Secara militer, antisipasi itu bisa dilihat dari upaya modernisasi, procurement
dan akuisisi peralatan perang mereka. sementara secara politik, Singapura getol
mendukung upaya internasionalisasi Selat Malaka atau setidaknya dibentuk
institusi multilateral yang melibatkan semua pemangku kepentingan (user
states), tidak hanya trilateral (Indonesia, Malaysia dan Singapura) dalam
penanganan selat yang sangat strategis ini.
Dengan demikian, konstruksi pertahanan yang bersandarkan
kepada asumsi adanya infiltrasi fisik negara asing menjadi kurang relevan. Namun jika ada -karena dalam
militer dikenal doktrin ketidakpastian (fog of war), maka respon atas
ancaman tersebut dengan menambah misalnya Kodam-Kodam baru seperti yang pernah
diwacanakan Kastaf AD Letjen George Toisutta menjadi tidak tepat. Logikanya, volatilitas
wilayah konflik dan ancaman adanya separatisme atas wilayah tertentu dapat
dilakukan melalui relokasi kodam-kodam yang tidak efektif di wilayah non
konflik seperti di pulau Jawa maupun penambahan unit-unit fungsional (non
territorial) lainnya bukan penambahan struktur koter baru.
Kedua, Indonesia adalah negara kepulauan maka
idealnya konstruksi dan postur pertahanannya merefleksikan kondisi geografis
itu. AL sebagaimana banyak dilakukan negara-negara modern- menjadi matra
utama pertahanan kita. Keberadaan matra lain menjadi penopang kebutuhan operasi
matra utama pertahanan tadi. Dengan demikian, upaya modernisasi,
pengadaan (procurement) dan akuisisi peralatan perang (arts of
weaponry) mengacu kepada kebutuhan penguatan matra laut. Terlebih dalam
perspektif pertahanan berwawasan kesejahteraan, ancaman sebenarnya yang
berpotensi merusak sendi perekonomian Indonesia seperti illegal fishing
dan logging, pencurian pasir laut, penyelundupan manusia dan senjata
serta terorisme. Sementara, konstruksi hukum laut kita masih mengandalkan
institusi angkatan laut sebagai penegak hukumnya (law enforcer) dan
sekaligus penjaga kedaulatan negara. Namun sayangnya, peralatan yang
dimilikinya masih jauh dari memadai.
Mengutip Sri Sultan Hamengkubuwono, militer tidak
membutuhkan Kodam beserta turunannya seperti Korem, Koramil dan Babinsa di
Semarang, Jakarta dan Bali namun lebih membutuhkan kapal induk (aircraft
carrier) dan kapal selam yang ditempatkan di kawasan strategis seperti
Selat Malaka dan boleh jadi tiga pintu masuk innocent regime atau
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dalam hukum laut internasional (UNCLOS
2008). Sekali lagi desain pertahanan kita membutuhkan rekontruksi
baru. Untuk itu diperlukan keberanian dalam membuat terobosan dan prioritas
baru ditengah tantangan aktual dan keterbatasan anggaran pertahanan kita. Wallahu
A’lam.
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: