*Emile Hokayem
Ketika para analis dan sejarahwan melihat kembali perjalanan hubungan Turki-Israel maka mereka tidak kesulitan menebak kemana arahnya. Pembunuhan atas 19 aktivis diatas kapal Flottila yang menuju Jalur Gaza meninggalkan dampak tersendiri bagi Israel. Israel telah mengorbankan hubungan strategisnya dengan kekuatan yang sedang naik di Timur Tengah.
Apakah pembunuhan tersebut merefleksikan tindak berlebihan, ketidakcakapan atau lebih buruk lagi skenario yang telah dipersiapkan pasukan komando, maka jelas sekali hal ini akan merubah cara pandang rakyat dan pemerintah kedua negara atas satu sama lain. Hubungan kedua negara akhirnya bisa tetap berjalan karena kepentingan yang sama, namun tidak dipungkiri, hubungan tersebut menjadi lebih sulit.
Militer Turki adalah partner utama Israel dalam teknologi persenjataan. Militer Israel membantu meningkatkan kemampuan pesawat dan tank Turki serta menjual misil dan teknologi komunikasi. Israel juga akan menyediakan militer Turki akses satelit dan sistem pertahanan udara. Pendek kata, Israel membantu modernisasi pertahanan Turki. Sebagai gantinya, Israel memanfaatkan wilayah Turki untuk pelatihan angkatan bersenjatanya bersama anggota terbesar kedua NATO itu yang banyak dilakukan secara rahasia.
Untuk sementara, hubungan kedua negara non Arab ini dibangun oleh pemahaman bersama. Tiga tetangga Turki yang bermasalah, yakni Suriah, Irak dan Iran juga menjadi perhatian utama Israel. Orientasi Turki yang ke barat dan demokrasi sejalan dengan kepentingan Israel. Aliansi Israel dengan Turki akan menyeimbangkan kerentanan strategis yang dimiliki Israel.
Namun fantasi ini segera berakhir. Perubahan peta strategis di Timur Tengah, eksistensi regional Turki yang semakin penting dan cara salah Israel menangani Turki telah merubahnya. Meskipun Turki akan tetap melihat Iran sebagai rival historisnya namun Turki tidak lagi melihat dengan cara pandang yang sama dengan Israel tentang Iran. Semakin dekatnya hubungan Turki dengan Iran juga menjengkelkan Israel. Obsesi negara Yahudi itu atas Iran menjadi pincang secara strategis karena keengganan Turki. Sebaliknya, Turki secara cantik memanfaatkan dampak perang Irak sehingga muncul sebagai salah satu pewaris penting keuntungan invasi yang sebelumnya ditentang. Setelah menetralisasi masalah Kurdi dan menjalin pelbagai faksi di Irak, kini Turki memfokuskan kepada hubungan ekonomi dan menjamin adanya pemerintahan yang seimbang di Baghdad. Meskipun Israel juga nyaman atas tersingkirnya Saddam namun kini Israel kini harus memusatkan perhatiannya kepada Iran.
Kelihaian Ankara lainnya adalah merubah hubungan permusuhannya dengan Damaskus menjadi kerjasama saling menguntungkan. Tentu, Turki pertama kali harus memaksa Suriah dengan ancaman senjata untuk melakukan perubahan radikal dengan menghentikan dukungannya atas kelompok separatis Kurdi dan klaim teritorialnya atas Provinsi Hatay. Setelah hal ini dipenuhi, segera Turki menjadikan Suriah sebagai partner yuniornya. Berbeda dengan Turki, Israel hanya tidak dapat melampaui kenyamanannya hanya karena dominasi militernya atas Suriah.
Perbedaan dalam perspektif strategis ini bukanlah satu-satunya masalah. Setelah insiden Flotilla, militer Israel dipandang bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil Turki. Hal ini akan berakibat hilangnya peran Israel sebagai pendukung utama militer Turki. Para komandan Turki boleh jadi tidak ingin kehilangan hubungan mereka dengan Israel namun mereka akan berhadapan dengan pemerintah. Melawan pemerintah karena membela Israel akan sangat tidak popular.
Turki kini sibuk menguburkan para jenasah yang memang sejak awalnya bertekad bergabung dengan para syuhada Palestina. Hubungan simbolik ini tidak akan pecah sehingga menjadi amunisi baru bagi politisi Turki yang menginginkan diakhirinya hubungan dengan Israel.
Israel tidak senang atas perubahan karakter demokratik politik Turki. Mereka menyalahkan kecenderungan Islamis yang ditampakkan PM Recep Tayyip Erdogan dalam perjuangan rakyat Palestina. Turki dalam pandangan mereka telah berubah dari oportunis politik menjadi pan-Islamis. Namun sejatinya padangan Erdogan sendiri merefleksikan konsensus yang ada di dalam negeri dan di kawasan bahwa satu-satunya kepedulian Israel sekalipun menerima proposal perdamaian adalah dominasi militer.
Kehilangan Turki bukan menjadi satu-satunya masalah bagi Israel. Insiden berdarah kemarin telah menjadikan Turki menjadi pembela terpenting Palestina. Pemimpin Turki memiliki kredibilitas yang tinggi di mata rakyat Arab ketimbang para pemimpin Palestina sendiri. Turki juga tidak dipandang berbahaya seperti halnya Iran dalam pandangan internasional. Keinginan beberapa pemimpin Negara Arab diatas kertas yang menginginkan dipulihkannya pembicaraan damai Israel-Palestina tidak akan terwujud jika Turki tetap bersikeras menyeret kejahatan Israel ke Dewan Keamanan PBB.
Dalam waktu-waktu mendatang, Turki tidak diragukan lagi akan memimpin upaya diplomatik untuk mengutuk Israel di Dewan Keamanan PBB. Meskipun sebagai Negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB namun Turki memiliki posisi yang sangat penting. Turki kini dalam posisi memimpin dukungan diantara negara-negara papan tengah dan Non Blok. Hal yang tidak sanggup dilakukan Negara-negara Arab.
Penanganan Ankara atas krisis ini akan menjadi sangat krusial jika dunia hendak menghindari munculnya konflik baru di kawasan ini. Mengontrol amarah dan mencegah eskalasi adalah satu-satunya perbuatan yang dapat dilakukan pemerintah Turki.
*Editor politik The National of Abu Dhabi, dapat dihubungi melalui ehokayem@thenational.ae.
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: