GARIS PRAGMATISME AKP

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 08.30

*Michael Thumann
Untuk menggambarkan skenario politik terbaru di Turki sebagai dikotomi Islamis versus sekularis adalah menyesatkan. AKP bukanlah partai Islam, namun lebih merupakan wadah bergabungnya para konservatif yang taat, nasionalis, reformis liberal dan pebisnis yang beriman. Adapun garis politik AKP sendiri adalah pragmatis.

Apakah Turki berpaling ke Islam? Tuduhan ini adalah cerita laik jual yang dipasarkan kalangan sekularis yang berpendidikan Barat kepada dunia. Tuduhan itu dirujukkan kepada ketegangan  antara PM Tayyip Erdogan dengan lembaga yudisial dan tentara. Konfrontasi ini mencapai puncaknya di Februari dengan penahanan para jenderal yang didakwa melakukan melakukan aksi subversif.  Namun yang jelas, dikotomi Islamis versus sekularis sendiri menyesatkan. Alih-alih, pemerintahan Tayyip Erdogan mengalami kesulitan karena mengadopsi langkah-langkah yang dulunya biasa dilakukan kelompok Republik saat berkuasa. Bagaimana keadaannya setelah 8 tahun berkuasa?

Berbeda dengan latar gerakan Islamis sebelumnya, AKP bukanlah partai Islam. Dinilai sendiri oleh para pemilih dan kebijakan yang diambilnya, AKP adalah perpaduan antara para konservatif yang taat, nasionalis Turki, reformis liberal dan pebisnis yang beriman. Agar menjaga faksi-faksi ini tetap bersama, maka garis politik partai ini adalah pragmatis atau dalam pengertian negatifnya dapat dilihat sebagai politik zigzag. sikap politik inipula yang menjelaskan mengapa reformasi kadang kala menjadi terseok-seok. Pemilu regional di Maret, 2009 menunjukkan bahwa AKP adalah partai para kelas menengah Anatolian yang membentuk  elit berkuasa yang berorientasi bisnis.   AKP merayakan kemenangan sukses terbesarnya di Anatolia Tengah namun dikalahkan di kota-kota Mediteranian dan Timur Kurdi. Pemilu itu juga menyaksikan tumbuhnya partai Islamis, Partai Kebajikan yang memperoleh 5 persen suara dikalangan rakyat Turki yang miskin dan terpinggirkan. 

Masa Erdogan dalam memegang tampuk kekuasaan dapat dibagi dalam dua periode yang berbeda. Pertama, selama era reformasi 2003-2005, Erodgan mereformasi UU hukum pidana, HAM dan pengurangan secara bertahap peran militer dalam politik. Periode keduanya menjadi masa pertarungan kekuasaan ketika Turki menyaksikan perselisihan sengit merebutkan jabatan kepresidenan, ancaman kudeta pimpinan militer di April 2007 dan upaya pembubaran paksa AKP di 2008. Namun ironinya, dia kemudian menduduki peran tradisonal yang dulunyA dilakukan pemerintahan sentralis Turki seperti misalnya berhubungan dengan PKK atau dengan media khususnya yang berkaitan dengan minoritas Yunani dan berikutnya Armenia. Dia menjadi sedemikian emosional dengan kritik. Erdogan sering berkordinasi dengan Kastaf militer. Usulannya untuk menghilangkan problema Kurdi disetujui perwakilan militer dalam Dewan Keamanan Nasional. Suatu waktu, Erdogan membela staff jenderal yang mendapat serangan tajam dari kalangan kemalis, CHP.Tayyip Erdogan  kini berada dalam pusat kekuasaan Turki.  

Turki tetap menjadi negara dengan sistem sentralis. Erdogan dengan partner politiknya dulu mengecam keras system sentralistik namun kini dia mulai menyukainya. Presiden Abdullah Gul telah mengangkat presiden YOK, yakni  badan yang berkuasa dalam mengawasi universitas yang menjadi garda depan dalam membentuk pikiran dan ketrampilan kader ekonomi dan pejabat pemerintah di masa depan demikian pula mengangkat direktur jaringan TV Negara TRT, dan bahkan yang lebih penting lagi, presiden akan mengangkat tiga hakim pengadilan konstitusional akhir tahun ini. Dalam pengadilan atas para pelaku kudeta, para jaksa pro pemerintah bertindak seperti halnya para hakim kemalis yang kadang  melanggar hak individual.  Setelah 8 tahun dengan pemerintahan yang sama dan presiden dari partai yang sama, Turki berubah secar gradual dari atas kebawah seperti halnya Negara lainnya dengan system yang sentralistik. 

Konstitusi Turki ditulis dalam pengawasan tentara di awal 1980-an. Tayyip Erdogan berbicara banyak hal tentang pentingnya perubahan konstitusional namun sejauh ini sedkit perubahan yang telah dicapai. Ada sisa-sisa otoritarianisme dalam pelbagai peraturan dan komposisi institusi terkemuka di Turki. Contoh yang cukup mengejutkan adalah UU pembubaran partai politik yang pernah mengancam eksistensi AKP di 2008 kini digunakan untuk menutup DTP, partai pro Kurdi di 2009. Intervensi ini persis dengan bagaimana kebanyakan rakyat Turki memerintah. Cukup luar biasa bagaimana sebuah negeri yang beragam namun hanya ada sedikit orang yang berkuasa. Dilemanya adalah banyak kota dan distrik tidak memiliki sumber pendapatan sendiri. Penguasa lokal lemah karena masalah pembagian otoritas antara walikota yang terpilih secara demokratis dengan gubernur yang diangkat. Wilayah Kurdi di bagian Timur dan wilayah Barat sekular yang potensial kaya tidak memiliki pemerintahan lokal yang kuat atau perwakilan yang kuat di pusat  untuk memperjuangkan kepentingannya. Tidak ada pembagian kekuasaan yang jelas antara pemerintah pusat dengan provinsi. Faktanya, wilayah dan kota-kota tersebut miskin partisipasi. Mereka tidak mempunyai uang sehingga menjadi hambatan terbesar bagi upaya demokratisasi. 

Kebangkitan elit baru dari Anatolia dalam pembangunan system politik Turki yang tepat tidak dapat diandalkan. Kekuatan dan sikap pemerintahan AKP memanfaatkan institusi yang telah dibangun Kemalis untuk mempertahankan supremasi dan kepentingannya. Pertarungan itu sendiri menunjukkan bahwa republik ini tidak dapat secara tepat menyeimbangkan pelbagai kelompok kepentingan yang bertarung dalam merebutkan kekuasaan. Turki telah mengalami empat kali kudeta dalam rentang 40 tahun sebagai upaya mencapai keseimbangan politik. Namun dukungan atas upayanya ini sudah tidak ada. Sebaliknya, hambatan permanen reformasi dan destabilisasi karena konfrontasi yang tak pernah berhenti tampak akan lebih banyak muncul. Negeri ini membutuhkan reformasi konstitusional mendalam untuk kepentingan desentralisasi dan demokratisasi pada waktu yang bersamaan. Pembagian kekuasaan baik di pusat dan di daerah menjadi penting. AKP, parlemen Turki dan Uni Eropa perlu mendorong upaya reformasi itu.


 *Kepala Biro Timur Tengah DIE ZEIT

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget