*Ahmad Dzakirin
Huttington dalam tesisnya ‘Islam Vs US the Islamic Resurgence, mengatakan bahwa gerakan Islam telah membangun demarkasi tegas antara generasi muda yang Islamis dengan orang tua mereka yang sekular. Faktor inilah yang menjadikan fenomena gerakan Islam sebagai fenomena kultural Turki. Gerakan Islam dengan gagasannya tersublimasi dalam urat nadi masyarakat. Turki tidak dapat dipisahkan dari spiritualisme Islam. Pasca kematian Musthafa, Perdana Menteri terpilih Adnan Menderes, melakukan serangkaian pemulihan aktivitas keagamaan yang dilarang oleh sang Diktator. Adnanpun akhirnya digulingkan dan digantung militer, 1960. 1971, militer melakukan kudeta dan membubarkan Parlemen. Partai Ketertiban Nasional (MNP) yang dipimpin Erbakan dibubarkan. Serangkaian kekacauan politik domestik dan ancaman kudeta kalangan kiri di tubuh militer menjadi justifikasi.
Disusul 1980, militer kembali melakukan kudeta dengan dukungan AS. AS tidak ingin kehilangan sekutu dekatnya, Turki dan kepentingannya di Timur Tengah ditengah ketakutan ancaman Revolusi Iran dan instabilitas domestik. Pemerintahan Sulaymen Demirel dari CHP yang berkoalisi dengan Partai Islamis, Partai Keselamatan Nasional bentukan baru Erbakan kembali dibubarkan. Ribuan orang ditahan dan dieksekusi militer. Seiring dengan dipulihkannya hak-hak politiknya, Erbakan melalui Refah Partisi (Partai Kesejahteraan) menjadi PM pertama dari kalangan Islamis dengan dukungan Partai Jalan Kebenaran, Tancu Cyller. Militer sekali lagi melakukan kudeta. Afiliasi Erbakan dengan Islam murni menjadi alasan dibalik kudeta tersebut. Erbakan dilarang berpolitik disepanjang hidupnya.
Ada dua pelajaran penting yang dapat dipetik dari perjalanan politik Turki dan gerakan Islam: pertama, kemampuan adaptasi gerakan menghadapi turbulensi politik dan ektrimitas sekularisme Turki. Sejatinya jika ditilik dengan cermat, kudeta militer terjadi seiring dengan kebangkitan Islamisme. Erbakan adalah sosok Islamis yang punya nafas panjang karena reputasinya gonta-ganti partai dan masuk penjara.Dalam perpektif ini pula, analisis Huttington diatas benar bahwa Erbakan telah membuat pilihan yang sulit namun benar dalam memitigasi gerakan Islam menghadapi ekstrimisme secular. Langkah dan pendekatan yang berbeda dengan rekan gerakan Islam di Timur Tengah yang cenderung konfrontatif. Dia mentransformasi gerakan politik Islam dalam karakter gerakan kultural yang evolutif. Karena kemenangan dan dukungan terhadap Islam dan gerakan Islam adalah a matter of time (masalah waktu). Berapa banyak militer melakukan kudeta, maka semakin kokoh pula dukungan publik atas partai Islam.
Respon militer tidak sekeras dan sekasar kudeta 60 dan 80-an karena menyadari bahwa generasi yang tumbuh dengan visi Islam tersebut adalah kalangan menengah atas. Sebagiannya adalah ‘anak-anak’ mereka sendiri. Demarkasi itu telah terbangun dengan kokoh. Partai Islam secara gradual menuai kemenangan dan sejak 1990, menjadi kekuatan politik yang tak terkalahkan.
Kedua, dalam konteks Turki, gerakan Islam mampu menawarkan competitiveness yang tidak dimiliki kekuatan manapun, yakni integritas moral dan profesionalisme. Turki disepanjang lebih 70 tahun rejim sekular telah membangkrutkan Turki secara ekonomi dan moral. Gerakan Islam hadir memberikan harapan baru masyarakat Turki yang muak dengan perilaku elit politik mereka. Dibawah tangan dingin mereka, hiperinflasi anjlok menjadi 6 persen. Financial Times menyebutkan sebagai kesusksesan yang menakjubkan dalam dua dasawarsa ini. Secara pragmatis, masyarakat Turki tidak memiliki pilihan, kecuali bergabung dengan gerakan Islam atau bangkrut. Wallahu A’lam.
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: