AS dan Hegemoni Dunia

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 09.59


*Jason Meade
Amerika Serikat di awal abad 21 telah berhasil melampaui statusnya sebagai  negara-negara besar di abad 19 sebagaimana kini sukses menyandang statusnya sebagai  negara Super Power di abad 20, dimana Menteri Luar Negeri Perancis, Vedrine di tahun 1999 menyebutnya sebagai ‘Hyperpower’ . 

Perbedaan ekstrim dalam kekuasaan dan pengaruh antara AS dengan bagian dunia lainnya telah menjadikan beberapa pengamat menggolongkan AS sebagai sebuah “kekaisaran”. Tetapi penggolongan yang lebih tepat bagi AS adalah ‘penguasa hegemonik’. Tidak sebagaimana sebuah kekaisaran, AS tidak mempraktekkan kendali yang bersifat langsung dan memaksa kepada bagian dunia lainnya. Melainkan, lebih mempraktekkan kendali melalui keseimbangan antara kekuatan (militer) dan persetujuan (internasional). Kendati dalam prakteknya, kekuatan (yang dimilikinya) tidak mensyaratkan terlalu pentingnya ‘persetujuan (internasional). 

Bahkan ditengah kemerosotan ekonomi dewasa ini, AS masih memiliki anggaran militer terbesar di dunia dan memiliki pangkalan militer terbesar di luar negeri. Menurut Kantor Anggaran Konggres AS, terdapat sekitar 700 instalasi militer di luar negeri yang masih dipertahankan oleh pemerintah AS.

AS hendak mempraktekkan baik posisi control maupun setidak-tidaknya posisi agenda setting dalam pelbagai forum dan organisasi internasional. Trend Amerika dalam budaya pop telah merasuk dalam pelbagai belahan dunia. Pelbagai pendidikan dan pelatihan model Amerika disediakan bagi banyak kalangan yang memiliki pengaruh di seluruh dunia, baik melalui institusi pendidikan tinggi Amerika atau dengan program kerjasama pelatihan militer. Para konsultan politik Amerika memberikan nasehat secara regular kepada para politisi asing dan pejabat pemerintah. Dengan berbegai ragam cara, Amerika berhasil mempengaruhi dunia, tanpa AS mesti dipengaruhi oleh lainnya dalam pelbagai tingkatannya. 

Benar, jika Amerika menjadi negara tanpa pesaing. Banyak orang secara salah menisbatkan hal ini dengan kebijakan agresif pemerintahan George W. Bush. Tetapi dalam kenyataannya, pendekatan Bush atas kebijakan luar negerinya tidak lain adalah kepanjangan dari kebijakan pemerintahan Clinton sebelumnya. Kenyataannya, cukup adil jika dikatakan bahwa Clinton telah memelopori sebuah sistem  hegemoni Amerika yang kompleks dimana pemerintahan Bush gagal untuk mempertahankannya.

Pasca kejatuhan Uni Soviet, AS secara instant muncul sebagai apa yang disebut sebagai Super Power tunggal. Banyak pengamat memperdiksikan bahwa seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, dunia akan kembali kepada sebuah sistem dimana banyak Negara dengan derajat kekuatan yang sama akan hidup berdampingan. Amerika akan menjadi ‘primus inter pares’ atau yang pertama atau paling unggul diantara yang sama. 

Sebaliknya, dibawah pemerintahan Clinton, AS melakukan pengokohan posisi dominannya di dunia. Selama 1990-an, AS menerapkan kebijakan luar negeri yang agresif untuk mendukung dan memperkokoh posisi perusahaan-perusahaan AS. Kantor Sekretariat Perdagangan dan Perwakilan Perdagangan AS memerankan peran penting saat itu ketika AS mengejar pelbagai perjanjian perdagangan termasuk North American Free Trade Agreement (Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara) dan pendirian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) serta diakhir pemerintahan Clinton, AS dianggap bertanggung jawab atas separuh dari perselisihan yang dibawa didepan organisasi tersebut.

Pada saat bersamaan, pemerintahan Clinton memimpin upaya memperluas keanggotaan NATO melalui program yang dikenal dengan ‘Kerjasama untuk Perdamaian’ demikian pula perluasan NATO untuk Eropa Timur. Disamping itu, Clinton berhasil memasukkan Federasi Rusia menjadi anngota kelompok G7 dan menjadi G8 setelah masukknya Rusia. Kelompok APEC juga dibentuk selama Pmerintahan Clinton. Pelbagai forum, kelompok dan organisasi yang didirikan, diperluas, diperkuat atau didukung AS selama tahun 1990-an secara kasat mata mempengaruhi setiap negara-negara di dunia. 

Meski hampir semua kelompok ini bersifat regional, semua melibatkan AS dalam beberapa hal. Dalam hal ini, pemerintahan Clinton membangun jaringan yang bersifat mengunci, dan mempengaruhi, dengan bertumpu denganya, AS berhasil mengukuhkan posisi hegemoniknya. Begitu besarnya pengaruh tersebut menunjukkan peran ‘consent’ (persetujuan) dari titik keseimbangan kebijakan yang bertumpu pada persetujuan (consent) dan kekuatan (force), yang menjadi karakterisitk tipikal kekuasaan hegemonik. 

‘Force’ (kekuatan) bagian dari kesetimbangan (kekuasaan hegemonik) lebih dikenal  pembaca. Pemerintahan Clinton sukses merancang konsep ‘koalisi keinginan’(coalition of willing)  sebagai sumber legitimasi bagi aksi militer yang tidak memiliki dukungan internasional yang luas. Dibawah Clinton, AS melakukan aksi militer atau serangan militer kepada Afghanistan, Iraq, Somalia, Sudan, Bosnia, Kosovo dan Colombia. 

Kesemuanya adalah contoh kombinasi antara ‘paksaan’ (coercion) dan ‘persetujuan’ (consent) yang menjadi tonggak dari kekuasaan hegemonik. 

Dari pengamatan aktivitas Amerika tersebut maka dapat dianggap sebagai ‘periode hegemonik. Berikut ini adalah spektrum teknik kendali hegemonik:
  1. “Upaya Menakut-nakuti”, misalnya AS sekarang ini memeringatkan perusahaan-perusahaan Uni Eropa untuk tidak berbisnis dengan Iran,
  2. Dukungan Retorik-misalnya terhadap Israel
  3. Agenda Setting-misalnya, “Perang Global melawan Teror.”
  4. Upaya Pemblokan, misalnya, menghalang-halangi implementasi Protokol Kyoto.
  5. Pembagian Oposisi-misalnya, membagi Eropa kedalam Eropa Baru dengan Eropa Lama dalam mendapatkan dukungan invasi Iraq.
  6. Dukungan Teknis dan Insentif Ekonomi, misalnya, bagi program pemberantasan narkoba di Kolombia.
  7. Sanksi Teknis dan Ekonomi-misalnya melawan Korea Utara dan Burma, dan sebelumnya menentang Libya.
  8. Membangun Pengaruh, misalnya, pengaruh atas pemerintah India melalui perjanjian nuklir saat ini,
  9. Menggunakan Organisasi Internasional atau Multilateral, misalnya IMF/Bank Dunia, PBB, WTO dll,
  10. Dukungan pada Kelompok-Kelompok Oposisi, misalnya di Russia, Eropa Timur, Amerika Latin dll.
  11. Pendanaan Rahasia Kelompok-Kelompok Oposisi, misalnya kepada Mujaheddin e-Khalq di Iran,
  12. Aksi Militer Terbatas, misalnya serangan misil atas sasaran-sasaran di Pakistan dan Yaman dibawah Bush atau serangan misil atas Sudan dan Afghnaistan dibawah pemerintahan Clinton,
  13. Aksi Militer Tidak Terbatas, misalnya di Iraq dan Afganistan sejak 2001.

Kini kita lihat pemerintahan George W. Bush sejak dia berkuasa di 2001, dia telah melakukan pelbagai aksi militer di Afghanistan, Iraq, Somalia, Pakistan, Yaman dan pelbagai tempat lainnya di dunia. AS tetap mempertahankan kebijakan baik berupa kehadiran politik dan militer di Balkan dan Amerika Selatan. Aspek ‘force’ (kekuasaan), kebijakan luar negeri Amerika konsisten baik dibawah pemerintahan Clinton dan Bush, meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa klaim retorikalnya. 

Perbedaan hanya dalam sisi ‘consent’ dari keseimbangan tersebut. Terutama selama tahun-tahun awal pemerintahan Bush, pemerintah AS mendemonstrasikan baik pelecehan atas gagasan mencari dukungan internasional untuk mempraktekkan kekuasaan hegemonic ataupun lemahnya pemahaman tentang pentingnya persetujuan (consent). Joseph Nye menulis bahwa ‘kekuasaan adalah kemampuan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.” Pemerintahan Bush tampakknya lebih dekat dengan aphorime Maoist, ‘kekuatan politik bangkit dari peluru senapan’. Hal ini mungkin benar bagi contoh ‘kekaisaran’ tetapi tidak tepat untuk hegemon. 

Ketidakmampuan AS secara pas memaksa bahkan sebuah negara kecil sekalipun seperti Iraq yang hanya sepersepuluh penduduk AS dan kekuatan ekonominya yang kecil menunjukkan secara gambling bahwa AS tidak sedang mempraktekkan kendali imperial. Tetapi status politiknya yang berlanjut di pentas dunia menunjukkan bahwa AS benar-benar melanjutkan mempraktekkan derajat kekuasaan yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini adalah kekuasaan hegemoni. 

Pemerintah Bush mulai belajar dari peristiwa ini saat petualangan non militer lebih kelihatan sukses atau setidak-tidaknya tidak mahal bagi AS. 

Operasi non militer yang paling terkenal saat ini adalah operasi yang dikenal dengan nama ‘revolusi warna’ yang terjadi di belbagai belahan dunia sejak peralihan abad ini. Ini termasuk ‘Revolusi Orange’ di Ukraina, Revolusi Mawar di Georgia dan Revolusi Tulip di Kyrgystan. Penulis percaya bahwa kudeta saat ini adalah Revolusi Kuning” dengan pola yang sama. Semua itu muncul menjadi model dan diinspirasi oleh gerakan Otpor di Serbia, yakni gerakan yang menumbangkan pemerintahan Milosevic saat bom-bom Amerika tidak mampu menyelesaikan tugasnya. 

William Engdahl yang menulis tentang revolusi-revolusi ini menjelaskan bahwa kedutaan AS dan para agen NGO yang dilatih khusus merancang perubahan regim yang bersahabat dengan AS dengan bantuan US National Endowment fro Democracy, Freedom House dan Soros Foundation. 

Dan yang cukup mnegejutkan, International Republican Institute, agensi lainnya yang mengejar tujuan yang sama-menceak kembali artikel dari Koran Guardian yang ditaruh di websitenya membuat klaim yang serupa. 

IRI juga mencetak kembali artikel dari Moscow Times yang secara sempurna menggambarkan upaya kembali AS untuk mempertahankan bentuk lain kendali hegemoniknya.  

Penulis, Nabi Abdullaev menulis bahwa AS tidak melakukan apapun kecuali mendanai program pertukaran hakim, kuliah kepemimpinan oleh para professor local, kelas-kelas keuangan bagi para pejabat daerah dan pelatihan jurnalistik.  Dan ini adalah jenis-jenis program biasa yang dimaksudkan sebagai dukungan teknis- sebagai salah satu metode mempertahankan kendali hegemoniknya. Upaya ini dapat dipandang sebagai upaya pembangunan pengaruh, dan sebagai teknik lainnya.  

Lebih lanjut, dalam artikel yang sama, penulis merujuk kepada pendanaan AS kepada partai-partai politik di Rusia. Ini dapat dilihat sebagai contoh pembangunan pengaruh, dukungan teknis dan bahkan pembagian oposisi untuk kepentingan Amerika. 

Pada umumnya, jelas bahwa pemeliharaan kekuasaan hegemonic lebih bersifat menantang dan menuntut derajat ketrampilan yang luas ketimbang mempertahankan sebuah kekaisaran. Penjaga dan senjata tidak dapat membuata hegemoni. Adalah vital bagi kekuasaan hegemonic untuk setidak-tidaknya memberikan ilusi kompetensi superior dan untuk mendapatkan jumlah tertentu penghormatan dan kesantunan internasional serta kerjasama dengan pihak yang berwenang. 

Peristiwa-peristiwa dewasa ini menunjukkan bahwa AS tergelincir dalam wilayah ini. Banyak Negara khususnya Rusia dan China telah menolak untuk mendukung agenda setting Amerika untuk berperang dengan Iran. Kerusakan New Orleans karena Badai Katrina membuka tabir dunia bahwa tingkat kompetensi Amerika yang sebenarnya ketika menghadapi bencana. Serangkaian skandal keuangan, dari Enron hingga isu subprime mortgage menunjukkan bahwa AS tidak begitu cakap saat menghadapi masalah ekonomi. Dan tentunya hasil perang Iraq setiap harinya menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah Amerika ketika menghadapi isu peningkatan kualitas hidup rakyat di negara lain. 

Sejauh ini, tak satupun isu ini yang secara definitif telah menjatuhkan  AS dari posisi hegemoniknya. Tetapi akumulasi hasil yang rendah kepemimpinan AS yang berlangsung terus menerus dapat mengakhiri periode hegemonic AS. 

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget