Penasehat PM Ismail Haniyeh baru saja menulis surat kepada Presiden Obama untuk berlaku adil dan terbuka dengan Hamas. Permintaan tersebut mewakili jutaan penduduk yang muak dengan sikap munafik dan standar ganda yang ditunjukkan selama ini. Dalam konflik di tanah suci ini. Surat dititipkan kepada Senator John Kerry, yang mengepalai komite hubungan luar negeri Senat AS saat berkunjung di wilayah Gaza yang hancur akibat agresi Israel ini. Kendatipun, Kerry tidak bersedia menemui para pemimpin Hamas disana. Hal serupa ditunjukkan Presiden Parlemen Eropa dan Dewan Parlemen Euro-Mediteranian, Hans Gert bersama delegasinya. Dia tidak bersedia menemui seraya berdalih kunjungannya hanya untuk melihat kondisi Gaza secara langsung.
Inikah kecerdasan yang dapat ditunjukkan para politisi itu?
Rakyat Palestina adalah masyarakat yang ramah dan beradab. Anda dapat mengetahui keadaan mereka jika anda bersedia berbincang dengan mereka. Keinginan kami rakyat biasa adalah beritahu Obama mengapa para petinggi politik mereka -yang seharusnya tahu benar kondisi mereka- menolak berbicara dengan Hamas.
Apakah Hamas bukan sahabat mereka?
Banyak para pemimpin Hamas besar di masa-masa sulit di kamp pengungsian dan menghabiskan sebagia waktunya di penjara-penjara Israel ataupun perngungsian. Namun mereka akhirnya mampu mengatasi keadaan buruk mereka. Mereka tumbuh dengan kerja kerasnya sendiri, tanpa bantuan orang lain. PM Haniyeh adalah generasi produk kamp pengungsian dan aktivis mahasiswa sebelum terjun dalam politik. Dipenjara tiga kali oleh Israel dan kemudian dideportasi ke Lebanon Selatan, 1992. Dia menjadi direktur di kantor Syeikh Yasin sebelum dibunuh Israel sekaligus Imam sholat.
Menteri Luar Negeri, Mahmoud Zahar, dibesarkan di Mesir, seorang ahli bedah yang pernah mengepalai Departemen perawatan di Universitas Islam. Dia juga dideportasi di Lebanon Selatan. Menjadi target pembunuhan Israel, rumahnya pernah dibom di 2003 oleh F16 Israel yang menewaskan anaknya dan melukai isterinya. Tahun lalu, serangan udara Israel juga menewaskan anaknya yang lain.
Demi melihat daftar para menteri Hamas sesaat setelah kemenangannya dalam pemilu 2006, banyak diantaranya berlatar belakang professional dan cakap dibandingkan sekalipun dengan koleganya dari Barat. Dr. Basem Naim, menteri kesehatannya jebolan kedokteran dari Jerman dan mendapatkan gelar doctor di ilmu bedah. Menteri Ekonomi lulusan teknik sipil. Deputi PM dan sekaligus menteri pendidikan adalah dosen hukum dan studi Islam di Universitas al-Najah dan mendapatkan gelarnya dari Universitas Manchester. Adapun menteri keuangannya meraih gelar doktornya dari Universitas Iowa.
Bahkan ada menteri urusan wanita, ibu tujuh anak yang mendapatkan gelar doktor ilmu syariah. Adapun menteri pekerjaan umum lulus insinyur sipil dari universitas Alabama. Selanjutnya menteri kebudayaan adalah master syariah dan menteri perencanaan adalah professor tamu di beberapa universitas Amerika. Menteri pertanian adalah seorang PhD di bidang lingkungan dan air dari Universitas Manchester dan salah satu peneliti di American Society for Science and Advancement.
Jadi Hamas jelas memiliki para pemimpin yang berbakat yang diharapkan dapat menjalankan roda pemerintahan dengan bijaksana. Namun aliansi pro-Israel mencoba menghancurkan cikal bakal negara demokratis yang tengah tumbuh ini dalam setiap kesempatan.
Menulis kembali piagam akan menjadi langkah cerdas
Popularitas Hamas berasal dari program kesehatan, sosial dan pendidikan yang dijalankannya. Perlawanan bersenjata melawan penjajah adalah hak rakyat Palestina. Negosiasi yang serius hanya terjadi jika Israel bersedia menarik mundur dari perbatasan 1967 seperti yang dituntut hukum internasional.
Piagam Hamas menyatakan:”Israel akan ada dan terus ada hingga Islam menghancurkannya seperti Islam telah menghancurkan sebelumnya.” Piagam ini tidak menyatakan bahwa pemerintah Hamas bersumpah akan menghancurkannya, Meskipun ada sumber yang diyakini sebagai Hadist yang menyebutkan pembunuhan Yahudi yang bersembunyi di bebatuan. Tetapi apakah dugaan Hadist dari abad 8-9 ini dipandang serius bagi perbincangan diplomatik di abad 21 ini?
Tanah Palestina dipandang sebagai tanah wakaf yang diwariskan bagi generasi Muslim. Eksistensinya tidak dapat dinegosiasikan oleh para pemimpin politik sekalipun, Oleh karena itu, Hamas menolak langkah perdamaian yang melibatkan konsesi wilayah.
Barat mengecam piagam yang ditulis sebelum Hamas menduga bakal menduduki pemerintahan. Piagam ini lahir dari semangat perlawanan yang terinspirasi nilai agama yang biasanya bertaut dengan penggunaan istilah yang kasar dan berkesan menghina. Meski demikian, isi piagam tidak lebih menghina ketimbang pernyataan para politisi Israel dan UU-nya yang rasis.
Selayaknya, Hamas dengan tanggung jawab barunya bersikap cerdas dengan menulis kembali piagamnya sehingga cocok dengan diplomasi modern.
Ancaman nyata justru datang dari Israel yang hendak menghapuskan Palestina dengan memberi jalan proyek Israel Raya yang membentang dari Sungai Yordan hingga Laut Mediteranian. Anehnya, para pemimpin Barat menuntut Hamas melucuti senjatanya, meninggalkan kekerasan dan menerima hak hidup Israel. Padahal, Hamas sepenuhnya memiliki hak untuk merdeka dan membela diri.
Haniyeh beberapa hari setelah terpilih menawarkan gencatan senjata jangka panjang jika Israel mengakui Palestina sebagai negara merdeka dengan perbatasan 1967. Sebelumnya, PLO mengakui Israel tanpa pengakuan balik Israel atas kemerdekaan Palestina. Padahal, perjanjian Oslo dimaksudkan sebagai upaya mengakhiri pendudukan dan memberikan kemerdekaan. “Apa yang kita dapatkan sekarang adalah lebih banyak pemukiman Yahudi, lebih banyak penindasan, kemiskinan dan tembok pemisah.”
Lantas pertanyaannya adalah: Mengapa Hamas harus meninggalkan kekerasan terhadap penjajah yang merebut tanah airnya, membulodzer rumah mereka, menghancurkan perkebunan zaitun, membangun ratusan tempat pemeriksaan dengan senjata lengkap yang merusak kehidupan normal mereka, membangun tembok pemisah dengan merampas lahan dan sumber air serta memblokade arus barang sehingga menghancurkan kehidupan ekonomi?
Omar Abdul Razek, menteri keuangan Hamas menjawab pertanyaan Aljazeera, Mei 2006: “Israel mana yang harus diakui? Apakah Israel dengan Dataran Tinggi Golan? Israel dengan Yerusalem Timur? Israel dengan pemukimannya sekarang? Tolong sebutkan dimana perbatasan Israel itu?
Wartawan:”perbatasan 1967.”
Razek:”Maukah Israel mengakui perbatasan 1967? Tolong sebutkan salah satu petinggi Israel yang pernah menyuarakan keinginannya untuk mundur dari perbatasan 1967?”
Memperkuat liga teroris
Kelompok ‘eroris’ perlawanan membunuh kurang dari 1000 korban jiwa setahun sementara ratusan ribu warga sipil lainnya dibantai negara yang dikatakan baik. Dalam terminologi HAM, tidak ada perbedaan antara keduanya.
Daftar panjang kejahatan Israel atas warga sipil Palestina telah menempatkan Israel bersama Washington di puncak perhimpunan negara teroris. Penghancuran ribuan rumah warga Palestina, penghancuran bisnis dan infrastruktur mereka, kekerasan yang kelewatan atas warga sipil, pemiskinan dan pengusiran, penculikan, pemenjaraan ribuan lainnya, pembunuhan serta serangan kilat selama 22 hari di Gaza yang menewaskan lebih dari 1400 jiwa tidak dapat diinterpretasikan lain kecuali aksi terorisme.
Mari kita lihat definisi terorisme versi kandidat PM, Netanyahu. “terror adalah pembunuhan sistemik dan seksama, mengintimidasi dan mengancam warga sipil agar ketakutan untuk tujuan politik”.
Dalam wawancara dengan Jennifer Byrne, Februari 2002, dia mengatakan:”terorisme tidak tergantung kepada identitas pelaku, terorisme juga tidak tergantung pada sumber yang menjadi sebab. Terorisme hanya bisa didefinisikan satu hal, sifat aksi, yakni serangan sistemik dan terancana atas warga sipil.”
Jika terror tidak dibenarkan maka harus larangan itu harus diberlakukan secara adil. Tuntutan penghentian terror harus berlaku juga bagi Israel. Rakyat Palestina tidak punya sejarah kekerasan kecuali setelah tanah mereka dirampas.
Netanyahu mengepalai Partai Likud yang dibangun atas ketamakan, ambisi rasis, hukum rimba dan melecehkan hak orang lain. Partai sejenis ini di negara lain pasti akan dilarang.
Likud berambisi mencaplok keseluruhan Yerusalem dan menjadikannya sebagai ibukota abadi Israel. Pemukiman illegal adalah realisasi nilai Zionisme dan ekspresi hak Yahudi yang tidak dapat diganggu gugat. Garis politik ini niscaya akan diperkuat dan diperluas Likud. Rakyat Palestina dapat memerintah sendiri namun tidak sebagai negara merdeka. Kadima –partainya Livni- agak lebih baik namun masih tetap menginginkan blok pemukiman baru ditanah pendudukan dan Yerusalem. Dibawah partisi PBB 1947, Yerusalem sejatinya adalah kota internasional dibawah pengawasan PBB.
Adapun tuntutan atas Hamas hanya akan menjadikan rakyat Palestina semakin menderita dibawah kendali Israel. Hingga kini tidak ada tanda-tanda secuilpun jika Israel akan mengembalikan tanah dan memberikan kemerdekaan atas Palestina. Jika demikian kenapa Obama masih mendukung rejim kriminal itu sementara bersikeras tidak mau berbicara dengan Hamas?
*Aktivis Pro Palestina
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: