Islam dan Homoseksualitas

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 08.12


*Tariq Ramadan 
Posisi Islam atas homoseksualitas menjadi salah satu isu paling sensitif bagi kaum Muslimin yang tinggal di Barat, terutama Eropa. Isu ini dianggap sebagai kunci bagi integrasi akhir Muslimin dalam kultur barat. Seolah kultur Eropa hanya direduksi kedalam kenyataan yang sederhana: yakni menerima homoseksualitas.

Cermin de facto kultur Eropa ini sejatinya mengalami perubahan terus menerus dan senantiasa bergeser mengikuti perkembangan zaman. Sebagaimana sebagian orang –seperti halnya Paus dan beberapa intelektual tertentu- bekeyakinan bahwa akar Eropa adalah peradaban Yunani dan Kristen (dengan demikian tidak menyertakan Muslim), maka beberapa juru bicara kalangan homoseksual dan para politisi yang mendukung pandangan (yang sejatinya hendak menolak kaum Muslimin di Eropa) itu kini menyatakan bahwa “integrasi Muslim” tergantung kepada penerimaan mereka atas homoseksualitas. 

Namun kontradiksinya sebenarnya sangat serius: Apakah Kristen yang membentuk struktur kultur Eropa dan yang dianggap membangun nilai dan identitas Eropa itu tidak mengutuk homoseksualitas? Sebuah persekutuan yang menimbulkan tanda tanya. Jika tidak, maka kontradiksi ini dimaksudkan untuk menstigmatisasi Islam dan kaum Muslimin dengan menampilkan mereka sebagai “Pihak Lain”… tanpa mengkhawatirkan sama sekali kontradiksi dalam dirinya sendiri. 

Kita harus tegaskan sebagaimana Isabelle Levy dalam  “Soins et croyances” bahwa semua agama dan tradisi utama dunia –dari Hinduisme, Budaisme, Yudaisme, Kristen hingga Islam mengutuk dan melarang homoseksualitas. Mayoritas rabbi juga memegangi pendapat tersebut seperti halnya pandangan Paus dan Dalai Lama.

Dalam tradisi ini, seperti halnya Freud, homoseksualitas dipandang bertentangan dengan alam, sebuah ekspresi ketidakseimbangan dalam pertumbuhan seseorang. Kutukan moral atas homoseksualitas tetap menjadi opini mayoritas semua agama demikian pula Islam tanpa kecuali. Jadi tidak masuk akal untuk mengabaikan keyataan itu, untuk mengkontradiksikan sumber-sumber tekstual mereka dan memaksa para penganut agama untuk melakukan penyelewengan intelektual hanya untuk membuktikan mereka sejalan dengan perkembangan zaman. 

Namun pertanyaannya adalah apakah seseorang setuju dengan teks keagamaan, keyakinan dan kepercayaan yang dibawakan seseorang. Ini menentukan apakah sebuah perilaku cocok dalam masyarakat dimana kita hidup bersama-sama. Lebih dari 20 tahun saya bersikeras sehingga mengundang kritik tajam dari beberapa kelompok Muslim bahwa homoseksualitas dilarang dalam Islam namun kita seyogyanya menghindari mengecam atau menolak individu yang melakukannya. 

Sangat mungkin tidak menyetujui perilaku seseorang (baik secara publik maupun privat) sembari tetap menghormati orang itu sebagai individu. Inipula yang masih tetap menjadi sikap saya: seseorang yang menyatakan keislamannya akan menjadi Muslim; jika orang itu melakukan praktek homoseks, tak seorangpun mempunyai hak untuk mengkafirkannya. Perilaku yang dipandang melanggar aturan moral tidak dapat membenarkan pemutusan silaturahim. Tidak ada ambiguitas dan kejelasan dalam sikap ini: Muslim Eropa memiliki hak untuk menjalankan keyakinannya sementara pada waktu yang sama menghormati hak individu dan manusia lainnya. Jika kita konsisten, kita harus menghormati keterbukaan dan keyakinan ini.  

Kini kita menyaksikan semakin menonjolnya gerakan yang didorong oleh ideologi yang tidak sehat. Untuk memegang keyakinan sendiri sembari menghormati keyakinan orang lain dipandang tidak cukup. Kini Muslim diseru untuk mengutuk Qur’an dan menerima dan mempromosikan homoseksualitas hanya untuk diterima dunia modern. Selain cara ini tidak akan berhasil diterima mayoritas kaum Muslimin demikian pula agama lain namun juga berarti mengungkapkan dogmatisme baru yang sejalan dengan kolonialisme dalam pemikiran progresif modern.

Para intelektual tertentu memerintahkan bentuk baru kelempangan politik: mereka ingin memaksa seseorang untuk “terbuka” atau “liberal”. Keterbukaan pemikiran ini pertamanya tanpak seperti menggaransi penghormatan namun sejatinya menyimpan masalah yang cukup mengganggu yakni memaksa dokmanya sendiri dan tidak meninggalkan sama sekali ruang bagi keyakinan lainnya. 

Menolak tujuan puncak modernitas yang seharusnya membantu kita mengelola kebebasan dan perbedaan, kini kita diberitahu jika hanya ada satu jalan kebebasan dan modernitas. Keduanya dokmatis dan mendokmatisasi, trend atas nama pemikiran liberal adalah hal yang berbahaya dan seharusnya menyentakkan kesadaran kita karena mengancam kebebasan berpikir kita yang menjadi aspek paling penting dalam kehidupan kita. 

Kita dapat memilih memperbesar isu ini dan mengeksploitasi tekanan alamiah yang disebabkan oleh kedatangan imigran baru sembari mendemonstrasikan ketidakmungkinannya kaum Muslimin berintegrasi dan bahaya yang bakal mengancam.  Ada beberapa partai politik yang memenangkan pemilu dengan memainkan isu ini. Namun hasil jangka panjangnya hanyalah memperbesar perpecahan sosial yang pada ujungnya kontra produktif. Kohesi sosial menjadi sesuatu yang tidak mungkin, kehidupan keseharian akan dirusak oleh kecurigaan dan ketidaknyamanan. Kini sudah waktunya menghentikan permainan yang berbahaya ini dan mengembalikan kepada pendekatan  yang adil dan masuk akal. 

Berita baiknya datang dari generasi muda: budaya dan agama tidak dapat menghentikan mereka dari mengenal satu sama lain, tinggal bersama, membagi tempat dan harapan. Mereka adalah masa depan; mereka tidak ragu bahwa mereka meninggalkan ketakutan masa lalu dibelakang. 


*Tariq Ramadan adalah Professor Studi Islam di Fakutas Theology, Universitas Oxford. Dia juga Presiden lembaga think tank European Muslim Network di Brussels.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget