AS TIDAK SIAP MENJADI JURU PENENGAH

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 09.47

*Ramzy Baroud 

Pertanyaan ditengah perundingan damai antara Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas dan PM Israel Benyamin Netanyahu di Washington adalah: Dapatkah Israel dan Fatah mencapai perdamaian tanpa keterlibatan Hamas?

Pertanyaan tersebut dapat diinterpretasikan dalam banyak hal. Dan Murphy yang menulis untuk Christian Science Monitor, 16 September bertanya, “Apakah dengan mengabaikan Hamas perdamaian Israel-Palestina dapat terwujud?” Murphy, tidak seperti media AS lainnya melihat itu ini penting. Namun penggunaan istilah ‘mengabaikan’ itu sendiri salah.

“Namun ada elemen penting yang hilang yang tidak diragukan lagi akan menyulitkan pembicaraan damai Israel-Palestina kedepan. Gaza adalah wilayah Palestina yang dikuasai gerakan Islamis Hamas yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pembicaraan damai,” tulis Murphy.  

Gaza tidak hanya satu masalah diantara yang lain. Namun Gaza merepresentasikan jantung dari masalah ini. Jalur Gaza kini diblokade karena kemenangan Hamas dalam pemilu parlemen 2006. Kemenangan itu juga  berarti merebut legitimasi yang sebelumnya dimiliki Abbas dan gerakannya dalam melakukan negosiasi dengan Israel. Blockade atas wilayah padat penduduknya namun gigih adalah upaya Israel untuk menghancurkan apa yang dapat menjadi pengalaman dan revolusi demokrasi yang menjanjikan di Timur Tengah. Tindakan AS yang didukung oleh AS, Eropa dan beberapa Negara Arab.

Namun dengan melihat derajat Gaza dan apa yang diwakili Hamas maka akan tampak aneh langkah yang dilakukan utusan khusus Timur Tengah Presiden Obama, George Mitchell dalam menyelesaikan konflik ini. Dia serta merta menjawab tidak ketika ditanya media seputar ketidakterlibatan Hamas dalam pembicaraan damai. 

‘Tidak’ adalah jawaban sederhana dan terkesan kasar merujuk kondisi yang sebenarnya terjadi. Jika AS hendak mempromosikan demokrasi di Palestina  maka orang dengan sederhana akan memandang kebijakan luar negeri yang dirumuskan mau tidak mau akan mengurai dilemma Hamas. Pemerintah Obama tidak dapat dipandang serius mengupayakan jalan damai yang tulus jika pada saat bersamaan terus menerus menjalankan pandangan yang tidak masuk akal tentang ‘orang baik’ dan ‘orang jahat’, politik hukuman dan insentif yang pernah digunakan Bush. 

Disisi lain, pembicaraan damai antara Abbas dan Israel menjadi berkah tersamar bagi Hamas. Sedikit kalangan di Timur Tengah yang memandang Abbas sebagai pemimpin dan wakil sah Palestina. Kemunculan Abbas yang bergandeng tangan dengan pemimpin Israel yang merampas tanah dan menerapkan hukum rasis atas rakyat Palestina akan semakin mengikis kredibilitasnya. Apa yang menjadi kerugian Abbas akan menjadi keuntungan Hamas. 

Kenyataannya proses damai yang berlangsung sekarang merusak reputasi dan pencapaian politik almarhum Yasser Arafat serta memecah belah partainya. Arafat dikenal karena pendiriaannya di akhir hayatnya dalam pengepungan Israel di Ramallah. Kegagalan politiknya menjadikan Hamas kini menjadi arus politik utama di Palestina. 

Meski demikian, Hamas juga menghadapi kendala tak kalah seriusnya. Hamas secara politik dan fisik terisolasi, sementara secara media terpojokkan. Hamas hampir tidak bisa memanfaatkan popularitasnya ditengah rakyat Palestina, atau menerjemahkan keuntungan tersebut dalam aksi politik yang konkrit baik di dalam maupun diluar Palestina. Abbas tahu benar hal ini sehingga dia mendukung blockade atas Gaza tetap berlanjut. Netanyahupun paham benar tentang hal itu, sekalipun hal itu merusak pencitraan Israel sendiri. AS juga sepenuhnya menyetujui kejahatan itu. Hal itu pula yang melatari jawaban ‘tidak’ Mitchel dalam kaitannya bernegosiasi dengan Hamas. 

Abbas meski minus legitimasi dan popularitasnya rendah ditengah rakyat Palestina masih tetap menjadi pilihan terbaik sebagai ‘pemimpin Palestina’ versi AS. Dia fleksibel baik secara politik maupun moral. Wewenangnya yang bersandar kepada ‘dukungan finansial’ (butter and bread) didapatkan dari Amerika dan Barat. Abbas belajar dari pengalaman Gaza bahwa demokrasi rakyat tidak berarti apa-apa di era blokade dan agresi Israel. Faktanya, dia justru memanfaatkan blokade Israel itu untuk memperkuat posisi dan alat politiknya dihadapan Amerika. Oleh karena itu, bahasa dan aksi politiknya tidak dapat diprediksi. 

Sementara ‘bernegosiasi’ dengan Hamas apapun interpretasinya- sejatinya adalah pilihan terbaik dalam mengindentifikasi siapa pemimpin Palestina yang sah, namun problemnya, Hamas muncul sebagai juru tawar yang sulit. Tidak hanya karena faktor ideologis, sasaran audiens Hamas mencakup rakyat Palestina  didalam dan luar negeri, Arab dan Muslim dan dalam derajat tertentu- kelompok sipil dimanapun saja. Ini adalah permasalahan demografis yang kompleks yang menuntut adanya artikulasi bahasa dan pemikiran politik yang tepat. Hal yang Hamas sendiri tidak mampu lakukan. 

Fatah dibawah Arafat bertanggung jawab kepada banyak Negara Arab dan selanjutnya kepada AS dan Negara Barat sebagai donor. Namun pada saat bersamaan, Arafat berani mengungkapkan kemarahannya atas tekanan Israel. Bedanya dibawah Abbas, Fatah bertanggung jawab kepada semua itu minus keberanian. Sementara Hamas dalam pandangan rakyat Palestina adalah gerakan perlawanan yang anti korupsi dan pantang kompromi.

Agar Hamas menjadi kelompok politik yang dapat dikendalikan –menurut sudut pandang Amerika- maka gerakan ini harus menanggalkan semua komitmen ini dan berubah menjadi gerakan politik yang fleksibel, mudah didikte dan dikendalikan seperti halnya Fatah dan Abbas. AS hanya dapat bekerja dengan pemimpin Palestina yang lemah. Dengan demikian, mudah dibohongi. Sedangkan, Hamas tidak masuk dalam kriteria ini. Oleh karena itu tidak masuk dalam prospek perundingan. Maka dapat digaransi kemudian jika hasil perundingan dapat diprediksikan, sekalipun buruk.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget