Repotnya Kudeta di Era Demokrasi

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 07.07


*Ahmad Dzakirin 
Dewan Keamanan Nasional (CNS) yang mengkudeta Perdana Menteri Thaksin Shinawatra tahun 2006 berjanji tidak akan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan baru. Komentar tersebut disampaikan sekretaris CNS pasca kemenangan PPP, partai pro bekas PM yang terguling yang meraih kursi 233 dari 480 kursi Parlemen. Militer terbukti tidak cakap mengelola Thailand pasca kudeta dan membuat kebijakan blunder yang memerosotkan ekonomi (Kompas, 23/1).

Pernyataan resmi militer Thailand tersebut menyiratkan dua pesan penting: pertama, negara-negara dunia telah memasuki tahapan krusial dalam inter-state relation (hubungan antar negara) yang ditandai era demokratisasi dan globalisasi. Implementasi demokrasi dalam nilainya yang genuine berupa partisipasi, transparansi dan akuntabilitas telah menjadi tuntutan global tidak terkecuali negara-negara berkembang (developing states). Rakyat dalam atmosfer demokrasi menjadi kritis dan rasional membaca realitas dan kemudian membuat pilihan politiknya sendiri. Jika sebuah pilihan rakyat lahir dari kesadaran politik, maka saat itu besi dan api tidak dapat membendung lagi. Dalam konteks ini, militer Thailand ketika menggulingkan Thaksin lebih melihat persoalan like and dislike, bukannya pada pertimbangan rasional dan tidak rasional.

Kedua, globalisasi sebagai produk liberalisme telah secara sistemik menjadikan dunia terintegrasi secara ekonomi dan pada akhirnya berdampak secara politik. Globalisasi tidak hanya menghadirkan institusionalisasi ekonomi regional dan global seperti WTO, APEC, AFTA dan  lainnya. Namun juga membangun ideologi pasar  yang dalam teori IR (international relation) disebut collective norms, ethics and values untuk meraih collective goals dengan prinsip unilitarian dan rational choice. Paradigma yang dibangun melalui kudeta militer tidak sejalan dan sebangun dengan ideologi ini.

Dalam kasus Thailand misalnya, pasar mereaksi negatif kudeta akibatnya pemerintahan bentukan militer gagal melakukan konsolidasi politik dan ekonomi. Setahun kudeta, banyak investor hengkang dan harga-harga melambung tinggi. Performan ekonomi melambat dari 3,5 persen menjadi 2,4 persen. Akseptabilitas yang rendah rejim militer di mata rakyat dan komunitas internasional inilah yang menghalangi militer Turki meneruskan niatnya mengkudeta AKP, partai Islamis  ini.

Walhasil, kembali militer Thailand harus menemui kegagalan kesekian kali dan harus membayar mahal untuk itu. Pada pemilu Desember lalu, sebagian besar rakyat Thailand mendukung PPP, partai yang berjanji akan membawa pulang Thaksin ke Thailand. ”Para jenderal telah terbukti tak cakap dalam menangani Thailand pasca kudeta,” ujar ahli politik dari Universitas Chulalongkorn, Thitinan Pongsudhirak. Kasus Thailand dan Turki harus menjadi pelajaran berharga bagi siapapun bahwa kudeta militer dan pengambilalihan kekuasaan dengan cara-cara tidak demokratis akan berakhir dengan kegagalan.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget