Apakah China Ancaman Bagi Kawasan Regional?

Diposting oleh Ahmad Dzakirin On 06.50

*Ahmad Dzakirin
AS dan sekutunya dikawasan Asia, Jepang menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya anggaran militer China yang cukup dramatis. Untuk tahun anggaran 2008, anggaran militer China mencapai 57,2 milyar dolar AS dari sebesar 17,6 persen dari belanja actual 2007. Juru bicara Parlemen menyatakan bahwa dengan tingkat pertumbuhan 12 persen, maka kenaikan tersebut dipandang wajar dalam meningkatkan kapasitas militernya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik. Kenaikan tersebut digunakan untuk perbaikan pelayanan personel dan modernisasi militer. 

AS menuding China tidak transparan dalam informasi anggaran pertahanan dan anggaran sesungguhnya dua kali lipat dari informasi anggaran yang secara resmi disampaikan Parlemen. Sebaliknya, China membandingkan bahwa anggaran militer China masih berada 20 tahun dibelakang AS (2008 mencapai 600 milyar Dollar) dan menyarankan AS meninggalkan mental perang.

Diprediksikan peningkatan anggaran militer China akan merubah keseimbangan keamanan kawasan dan memicu sindrom “security dilemma” bagi negara-negara tetangga seperti Jepang, Taiwan dan India sehingga melakukan hal serupa. Jepang sebelumnya baru-baru ini mengamendemen UU Pertahanan Negara disepanjang pasca PD II yang mengijinkan Jepang melakukan military technical support bagi operasi militer diluar wilayah Jepang. Kendati alasan dibalik amandemen ini adalah untuk memberikan bantuan teknis bagi sekutu dekatnya, AS di Irak namun tak pelak negara-negara tetangga –seperti China dan Korea-  yang memiliki sejarah kelam dengan Jepang curiga bahwa amandemen tersebut dianggap sebagai upaya membangkitkan kembali kebijakan militerisme Jepang yang keji. Bahkan secara spesifik, China menilai upaya Jepang tersebut untuk melegalkan bantuan militernya kepada Taiwan untuk menghadapi ancaman invasi China.

Diluar konteks, China telah banyak merubah kebijakan politik luar negerinya yang cenderung konfrontatif dan revolusioner sejak 90-an menjadi bersifat multilateralis dan bersahabat namun peningkatan anggaran militer dan keraguan seputar transparasi China membuat negara-negara disekitar kawasan Asia, termasuk ASEAN patut cemas.

Hampir semua negara yang bertetangga dengan China memiliki problem historis yang berkaitan dengan klaim wilayah perbatasan. Perang Sino-India pecah 1962 atas wilayah Aksay Chin seluas 30.000 km disepanjang utara pegunungan Himalaya, dimana India mengalami kekalahan yang memalukan. Demikian pula konflik China dengan Rusia atas wilayah disepanjang sungai Ussari, Jepang  atas pulau karang Diaoyaku, Taiwan atas status Taiwan sendiri dan beberapa pulau di gugusan kepulauan Spratlay, dan hampir dengan semua negara ASEAN termasuk Indonesia (klaim sepihak China atas 50.000 km wilayah laut Natuna) atas klaim kepulauan Spratlay.

Status wilayah yang dipersengketakan tersebut masih status quo, seiring dengan perubahan haluan politik luar negeri China yang menghindari permusuhan dengan negara tetangga. Kecuali dengan Rusia yang diselesaikan dengan kesepakatan bilateral, wilayah-wilayah sengketa lainnya masih memiliki peluang konflik dimasa mendatang. Potensi konflik disebabkan karena pertama, faktor wilayah sengketa yang belum jelas statusnya dan  kedua, faktor potensi cadangan sumber mineral yang besar ditengah ancaman krisis energi, seperti gugusan kepulauan Spratlay. Kasus dengan Vietnam misalnya, selain karena saling klaim atas kepulauan Spratlay, factor etnisitas dapat menjadi alasan konflik militer. Perang Sino-Vietnam pecah 1979 karena tuduhan China bahwa Vietnam telah melakukan eksploitasi atas etnik China di Vietnam.

Pelbagai isu yang belum terselesaikan tidak pelak menjadi factor pemicu kecemasan dan kekhawatiran negara-negara tetangga atas peningkatan signifikan anggaran militer dan modernisasi besar-besaran China. Disamping, China hingga kini masih mengklaim hampir keseluruhan wilayah yang disengketakan. Pertanyaan yang mencuat adalah adakah militerisasi China dijadikan tekanan politik bagi negara-negara disekitarnya bertalian dengan wilayah-wilayah konflik ataukah secara politik menjadi window of opportunity bagi kebangkitan China seperti saat ambruknya Uni Soviet di era 90-an seiring semakin melemahnya AS secara politik dan ekonomi? Untuk alasan itu, China memiliki pengalaman historis. Wallahu A’lam.

0 Komentar

Posting Komentar

Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini:

Inspiring Quote of The Day: Toleransi (al Samahah) secara terminologi adalah kemurahan hati, memberi tanpa balas. Dengan kata lain toleransi berarti keramahan dan kelemahlembutan dalam segala hal dan interaksi tanpa mengharap imbalan ataupun balas jasa. Toleransi merupakan karakter dasar Islam dan telah menjadi sifat praktis-realis umat di sepanjang sejarahnya yang agung" (Muhammad Imarah)

TITLE--HERE-HERE

Recent Post

Archive

Song of The Day


Mahir Zain - Sepanjang Hidup Mp3
Mp3-Codes.com

Arsip Blog

Penikmat Blog Ini

Komentar Anda:


ShoutMix chat widget