Arief Munandar, baru-baru ini mengkaji tulisan (yang diklaim hasil riset) berjudul “Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islamis Transnasional atas Indonesia”. Dia menyimpulkan bahwa penempatan secara bersama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), PKS (Partai keadilan Sejahtera), Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) dan Front Pembela Islam (FPI) adalah bentuk simplisitik dan tidak fokus yang bertentangan dengan fakta historis (Jakarta Post, 31/6)
Arief menolak kategorisasi simplistik gagasan dan organisasi Muslim kedalam dua mahzab yang direpresentasikan kedalam “Wahabisme” atau “moderasi”.
Dia berpendapat bahwa Ikhwanul Muslimin (IM) sendiri tidak monolitik. Anda tidak dapat menyamakan IM dengan eksistensi sosok Sayyid Qutb dan Hassan Al Banna. IM sendiri mengajarkan para pengikutnya untuk bersikap moderat dan bijaksana dalam mensikapi perbedaan. Ikhwan juga tidak mengklaim menjadi sebuah organisasi yang mewakili seluruh kaum Muslimin, tetapi hanya salah satu organisasi yang berjuang memulihkan kejayaan Islam.
Terdapat sedikit bukti bahwa Islam politik modern menjadi ancaman sistemik bagi Barat.
Islam politik di Mesir dan Jalur Gaza adalah produk lokal bukan buatan Iran. Di Mesir oposisi parlemen yang berkembang adalah kelompok yang pro reformasi ekonomi dan sosial. Sementara di Gaza dan Jalur Gaza, Hamas memenangkan pemilu demoratis di 2006 dengan platform reformasi melawan korupsi dan pendudukan Israel.
Di Turki, diluar kemarahannya yang dapat dipahami atas perang Gaza, AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan) yang berkuasa adalah pro Barat, pro NATO dan ekonomi liberal serta mempunyai kerjasama politik, ekonomi dan keamanan dengan Israel.
Di Malaysia, PAS (Parti Islam Se Malaysia) secara politik Islami, namun bergabung dalam koalisi pelangi dengan partai dan etnik minoritas Muslim untuk mempromosikan reformasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat yang mayoritas Muslim dan untuk menantang 50 tahun monopoli politik nasional dari UMNO yang konservatif.
Di Indonesia, PKS memimpin 4 partai Islam dalam koalisi yang dipimpin oleh Partai DemokratnYa presien SBY untuk mendukung program politik bersama yang berbasis reformasi institusi ekonomi internasional, tindakan melawan kemiskinan, dukungan bagi usaha kecil dan menengah, melanjutkan reformasi administrasi publik serta gerakan anti korupsi. Koalisi ini diprediksikan akan memenangkan pemilihan presiden 8 Juli mendatang dan memimpin kembali pemerintahan untuk lima tahun kedepan.
Sementara upaya barat dan Israel untuk memojokkan Iran sebagiannya merefleksikan tekad mereka mencegah Iran menjadi negara yang kekuatan nuklir. Iran berkeinginan mendapatkan pengakuan atas peran regionalnya yang semakin menguat. Dan bagaimanapun juga Barat pula yang telah menempatkan pemerintahan di Irak dan Suriah kini justru semakin dekat dengan Iran.
Namun upaya mempersetan Iran menjadi hal utama Israel melalui perlbagai strategi demi mengurangi tekanan AS atas pembangunan pemukiman Israel dan sebagai upaya kompromis solusi dua negara dan status Yerusalem.
Dalam pilpres langsung 12 Juli mendatang Mirhossein Mousavi, menawarkan liberalisasi ekonomi dan peredaan ketegangan dengan Barat, sementara melanjutkan program adalah pesaing serius bagi Mahmoud Ahmadinejad.
Apa yang ditakutkan PM Benyamin Netanyahu adalah bahwa pemerintah AS mendekati Iran dan kemudian balik menekan pemerintahannya atas isu Palestina.
Pertarungan terakhir antara Hamas dan Fatah di Qalqiya di Tepi Barat menjelaskan kepada kita bahwa bakal tidak akan melihat rekonsiliasi Palestina dalam waktu dekat. Manuver Israel, PLO dan Barat untuk menundukkan Hamas melalui blokade ekonomi dan politik serta penindasan atas Hamas di Tepi Barat akan terus berlanjut sekalpun hal ini gagal.
Jelas Hamas adalah ancaman bukan karena agenda keislamannya yang sempit namaun lebih karena daya tarik nasionalismenya yang kuat. Melabeli Hamas sebagai semata gerakan teroris maupun fundamentalis sama sekali tidak menyakinkan. Opini dunia tidak dapat dibodohi oleh isu ini, meskipun ada keputusan pengadilan AS yang absurd ini. Ini adalah isu politik. Secara politik, Hamas menjadi semakin lebih kuat dan konflik yang lebih terjadi alih-alih semakin memperkuat pelbagai gerakan Islam lainnya.
Sementara itu kunjungan terbaru Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa al- Thani ke Indonesia membawa suasana segar bagi Islam dan politik seperti halnya perdagangan dan paket investasi untuk Indonesia yang mencakup investasi di telekomunikasi dan dukungan bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia memalui kerjasama permodalan dengan BUMN.
Qatar adalah negara yang sangat dipengaruhi gagasan Wahabi, namun Emir sendiri mendonaskan tanah untuk pembangunan gereja Kristen pertama untuk para pekerja migrant. (Jerusalem Post, 16/3/08)
Qatar mengambil sikap lebih pragmatis dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina, membuka hubungan dengan Israel sebelum perang Gaza, kemudian menarik kembali sebagai protes dan kini mengambil pendekatan yang lebih terbuka kepada Hamas.
Qatar juga bersikap serupa dengan Arab Saudi, ditengah tuduhan terjadinya ada perpecahan kalangan konservatif radikal pasca pertemuan puncak yang didukung Barat di Mesir untuk merencanakan bantuan pasca perang bagi Gaza. Keduanya lebih suka mendorong dukungan ekonomi mereka ke Gaza secara langsung dan tidak melalui otoritas Palestina yang tidak memerintah Gaza.
Dalam praktek, mana kategori ekstrim yang membedakan ekstrimis Wahabi dengan moderat Muslim?
Mana kategorisasi naïf hitam putih dalam laporan “Islam dan Ilusi” yang diklaim dilakukan melalui “serangkaian wawancara secara hati-hati atas 591 tokoh ekstrimis yang menjadi anggota 58 organisasi yang berbeda”. Siapa yang berhak memutuskan siapa ekstrimis dan siapa bukan?
Boleh jadi kita seharusnya mengikuti contoh inovatif negarawan seperti Emir Qatar dan membiarkan realitas konstruktif yang berbasis pengalaman Muslim modern menggantikan pendefinisian yang beragam yang mewakili ilusi kemarin sebagai ganti realitas masa depan.
Pidato Obama d Kairo diharapkan dapat membuka jalan bagi dialog yang lebih substantif dan fleksibel dengan dunia Muslim dengan menyingkirkan ilusi, persangkaan dan kategori karikatural yang diwariskan Bush.
*Terry Lacey adalah ekonom pembangunan yang menulis di Jakarta tentang Modernisasi dunia Islam, investasi, perdagangan dengan Uni Eropadan perbankan Islam.
0 Komentar
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: