Ikhwan adalah kelompok Islamis tertua, terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Organisasi ini juga dipandang kontroversial baik dalam opini Barat maupun dikalangan radikal Timur Tengah. Para pengamat Amerika memandang Ikhwan sebagai organisasi radikal dan menjadi komponen vital kekuatan musuh yang sangat memusuhi AS. Sementara Ayman al-Zawahiri menyindir Ikhwan karena telah menipu ribuan pemuda pergi ke bilik suara ketimbang berjihad. Kalangan Jihadis menympahi Ikhwan karena menolak Jihad global dan menyerukan menerima demokrasi. Posisi ini tak pelak menempatkan Ikhwan sebagai kelompok moderat. Posisi yang sejatinya sedang dicari AS dan sekutunya di dunia Islam.
Tetapi Ikhwan juga mengecam kebijakan luar negeri AS karena dukungannya atas Israel dan pertanyaannya diseputar komitmen Washington atas proses demokrasi.
Setahun yang lalu, kami bertemu dengan lusinan pemimpin dan aktivis Ikhwan dari Perancis, Spanyol, Suriah, Tunisia dan Inggris, kadang dalam suasana diskusi yang panas, kami menelisik sikap Ikhwan atas demokrasi, Jihad, Israel, Irak, AS dan apa bentuk masyarakat yang hendak dicapainya. Ikhwan adalah kumpulan pelbagai kelompok nasional dengan cara pandang yang berbeda. Mereka terbagi dalam pelbagai faksi yang yang sulit bersepakat perihal cara terbaik dalam menjalankan misinya. Namun kesemua faksi menolak jihad global serta menerima demokrasi dan pelbagai perangkat demokrasi lainnya. Ada juga kelompok dalam Ikhwan yang berkeinginan untuk berinteraksi dengan AS. Peristiwa di masa lalu, ditambah dengan realitas politik masa kini telah membawa moderasi Ikhwan.
Kebijakan LN AS telah terhalang oleh kecenderungan Washington melihat Ikhwan dan gerakan Islamis lainnya sebagai sesuatu yang monolit. Para pengamat kebijakan harusnya menganalisis kelompok-kelompok tersebut secara independen dan lebih bersikap terbuka. Dalam upaya AS mencari partner Islam moderat yang acap kali gagal, para pengambil kebijakan seharusnya mengakui Ikhwan sebagai partner terpercaya tersebut.
Saudara Tua
Sejak didirikan di Mesir, 1928, Ikhwan telah menjadikan Islam sebagai pendorong gerakan anti imperialis. Sejak awal, Ikhwan mengkombinasikan ideologi Islam dengan aktivisme politik modern. Ikhwan hendak membangun masyarakat Islam melalui metode tarbiyyah, mengkonsentrasikan lebih dahulu pada perubahan individu, keluarga dan akhirnya masyarakat. Meskipun asal muasal Ikhwan berasal dari kelas menengah kebawah, namun kemudian gerakan itu memasuki kalangan elit dan istana. Pada saat bersamaan, Ikhwan juga membentuk unit pasukan khusus (tandzim khos) yang mencontoh kelompok Mesir Muda, Wafd dan organisasi para militer lainnya yang tumbuh subur di Timur Tengah pada waktu itu.
Di 1948, seiring bangkitnya pergolakan sipil, pemerintah Mesir membekukan Ikhwan. Setahun kemudian, sejumlah anggota Ikhwan terlibat dalam pembunuhan perdana meneri. Meskipun secara resmi mengecam pembunuhan tersebut, Hasan al-Banna, pendiri Ikhwan dibunuh dan meninggalkan Ikhwan dalam keadaan terpecah karena isu kepemimpinan pengganti.
Sebagai isyarat konsiliasi dengan istana dan mencegah adanya dominasi satu faksi, Ikhwan memilih kalangan luar, seorang hakim yang dihormati, Hasan al-Hudaybi sebagai pengganti al-Banna.
Pemilihan Hudaybi berbarengan dengan kudeta militer yang menggulingkan kekuasaan monarki. Gerakan Opsir Muda yang dipimpin Gamal Abdel Nasser dan Anwar Sadat bekerjasama dengan Ikhwan karena tertarik dengan semangat nasionalisme dan retorika Islam yang mereka gelorakan. Gerakan ini berjanji akan mengislamisasi konstitusi baru kelak, namun semua itu janji kosong. Seorang anggota tandzim khos yang kecewa mencoba membunuh Nasser pada saat pidato sehingga mengantarkan banyak anggota Ikhwan diseret ke penjara rejim baru. Kendatipun peristiwa itu sendiri masih diliputi keraguan. Namun Nasser yang selamat tidak gentar muncul sebagai pahlawan sedangkan pasukan khusus Ikhwan yang dikenal keberanian dan keahliannya dicap sebagai gang yang tidak bisa menembak.
Di penjara, para sipir menerapkan praktek penyiksaan keji yang dapat merendahkan nasionalisme Arab. Luka anggota Ikhwan berbalut dengan pertanyaan: bagaimana mereka yang berjuang bersama kami melawan Inggris dan raja memperlakukan kami seperti anjing? Dapatkan mereka dapat menyebut dirinya muslim? Sayyid Qutb, pemikir Ikhwan yang terkenal memberikan jawabannya yang masih menggema hingga kini. Mereka adalah kalangan murtad dan kafir. Menurutnya, para penyiksa dan pendukung rejim tersebut adalah target bagi Jihad.
Namun dari balik jeruji, Hudaybi menolak konklusi Qutb. Hanya Tuhan yang berhak mengadili keimanan seseorang. Dia menolak takfir. Pandangan ini sejalan dengan pendahulunya, al-Banna dan semakin memperkukuh pandangan moderat Ikhwan sehingga menggiring kalangan takfiris keluar dari Ikhwan.
Qutb yang meninggal di tiang gantungan Nasser, 1966 menjadi laiknya nabi dan martir bagi Jihad. Pihak-pihak yang tertarik dengan Jihad global Qutb konon mendirikan Jamaah al-Islamiyyah yang dikenal karena kampanye kejinya atas turis asing di Mesir, era 80-an. Ikhwan sendiri berulang kali mengatakan telah meninggalkan doktrin Sayyid Qutb. Ikhwan mengikuti jalan moderasi dan akhirnya mendapati demokrasi sejalan dengan pandangan islamisasi secara perlahan.
Gagasannya, suatu masyarakat Islam akan secara alami memilih dan mendukung para pemimpin Islam dalam pemilu. Ikhwan juga berulang kali menjustifikasi demokrasi dalam pandangan Islam karena umat adalah sumber kekuasaan (sultah). Untuk mendapatkan otoritas itu, Ikhwan bekerjasama dengan kalangan sekular, nasionalis dan liberal.
Kalah dalam pertarungan internal Ikhwan, kalangan radikal membuat kelompok baru dengan tujuan menggulingkan rejim diseluruh dunia Muslim. Kalangan Jihadis memandang penerimaan Ikhwan atas demokrasi adalah penghinaan atas Islam. Dengan mengaitkan dengan pandangan Qutb, mereka berpandangan bahwa setiap pemerintah yang tidak menerima syariah murtad. Demokrasi tidak hanya taktik yang salah namun juga perbutan dosa karena manusia telah mengambilalih kedaulatan Tuhan. Al-Zawahiri mengatakan bahwa demokrasi menuhankan manusia. Abu Muhammad al Maqdisi mengatakan bahwa demokrasi secara jelas adalah perbuatan syirik.
Sementara dipihak lain, banyak analis mempertanyakan apakah penerimaan Ikhwan atas demokrasi hanya sekedar taktik dan komitmen oportunistik seperti yang dikatakan Bernard Lewis, satu orang, satu suara untuk satu masa. Karena sejarah organisasi kader seperti Bolshevik, Nazi, Partai Baath di Irak dan Syiria serta Naseris menujukkan hal serupa. Ada kemiripan dengan Ikhwan ketika peluang itu ada.
Namun Ikhwan berbeda dari preseden sebelumnya. Jalan kekuasaan Ikhwan bukan revolusioner tetapi menggantungkan kepada kemenangan dalam menarik hati rakyat melalui islamisasi yang bertahap dan damai.
Dibawah strategi Fabian ini, Ikhwan mencari kekuasaan dan pengaruh melalui penawaran program bagi masyarakat yang tidak puas dengan keadaan sekarang. Seorang anggota senior Ikhwan mengatakan bahwa Ikhwan tidak akan berkuasa jika tidak didukung mayoritas masyarakat. Bahkan dikatakan, jika seandainya Ikhwan gagal memerintah maka partai lainnya punya hak untuk menggantikannya. Untuk itu, Ikhwan tidak akan mengambil hak orang lain. Disepanjang perbincangan dengan anggota Ihhwan di pelbagai negara di Timur Tengah, kami melihat keyakinan mereka untuk menghormati demokrasi.
Perdebatan Internal
Penjara-penjara Timur Tengah, petrodollar, rivalitas geopolitik dan kebangkitan Muslim telah melahirkan gerakan Islam yang beragam. Sayangnya, fakta perbedaan ini hilang dalam wacana Barat. Menyeragamkan fenomena ini dalam satu label Salafi atau Wahabi adalah satu kesalahan dan mengabaikan kepentingan berpikir strategis.
Ketika kami menanyakan anggota Ikhwan di Timteng dan Eropa apakah mereka menyebut dirinya Salafi, mereka biasanya menjawab: “Itu tergantung apa definisi anda atas salafi. Jika salafisme itu berarti kebangkitan Islam modernis Jamaluddin Afghani dan Muhammad Abduh maka itu benar, mereka ini salafi.” Namun sebuah situs yag dijalankan kalangan salafis yang meyakini bahwa agama seharusnya tidak dicampur-aduk dengan urusan politik dan pemerintah yang berkuasa harus didukung tanpa syarat menyerang pandangan Afghani dan Abduh karena dipandang menyeleweng dari Aqidah Salafi (Ini adalah pandangan pemerintah Arab Saudi). Para ulama yang dididik disana berpendapat bahwa keterlibatan Ikhwanul Muslimin dalam politik telah menjadikan mereka Ikhwan Muflisin (yang bangkrut). Menurut salah satu dari mereka, Ikhwan memiliki tujuan dan strategi politik yang menjadikan mereka menerima konsensi Barat.
Para kritikus lainnya mensinyalir Ikhwan berperang dalam radikalisasi di Timur Tengah dan Eropa. Namun kenyataannya, Ikhwan berlepas diri dari kekerasan, namun sebaliknya Ikhwan aktif dalam kegiatan politik dan amal. Seorang anggota Maktab Irsyad yang berdomisili di Kairo menegaskan bukan kesalahan Ikhwan jika banyak pemuda kini terjebak dalam praktek kekerasan. Ikhwan telah menjadi sabuk keselamatan bagi Islam moderat. Pemimpin partai Ikhwan, Front Aksi Islam di Yordania mengatakan bahwa kelompoknya telah melakukan langkah terbaik ketimbang yang dilakukan pemerintah dalam meredam Jihad: “Lebih baik melakukan konfrontasi intelektual dan bukannya konfrontasi keamanan dalam menghadapi ekstrimisme dan fanatisme.” Di Inggris, pendekatan Ikhwan berbeda dengan kelompok radikal lainnya seperti Hizbut Tahrir, Ikhwan mengklaim sukses meredam radikalisme melalui disiplin organisasi dan program pendidikan yang cermat. Satu doktrin mereka adalah dengar dan taat. Jika seorang Ikhwan berniat menggunakan kekerasan, maka dia telah meninggalkan organisasi. Banyak militan yang telah keluar dari organisasi ini sejak berdirinya. Meski demikian jalan Jihad tidak sepenuhnya terkubur. Kesalahan biasanya terjadi ketika organisasi menghadapi persimpangan karena tekanan internal dan eksternal. Elemen takfiri dalam Ikhwan muncul karena penindasan rejim sehingga melahirkan gerakan Jihadis. Kini, mereka yang meninggalkan Ikhwan lebih banyak bergabung dengan kelompok moderat ketimbang radikal. Di era 90-an, perselisihan internal dalam pembentukan partai politik terjadi akibat praktek penindasan yang dilakukan rejim. Tekanan ini pula yang mendorong eksodus sebagian anggota Ikhwan. Banyak dari mereka membentuk gerakan Islamis yang lebih liberal, wasatiyyah, termasuk didalamnya Hizbul al Wasat.
Satu masalah adalah warisan Qutb dalam Ikhwan. Mengkritik sang martir –sebagaimana disebut- memerlukan alat bedah tersendiri. Dia meninggal dalam mengabdi kepada organisasi namun sepak terjangnya sendiri berbeda jauh dengan visi pendirinya. Bahkan karya Hudaybi, “Kami Da’i bukan Hakim” –sekalipun menolak gagasan Qutb secara tidak langsung- tidak pernah menyinggung namanya.
Hingga kini, Ikhwan tetap mengharumkan nama Qutb yang diakui sebagai figur penting dalam gagasan Jihad. Ikhwan berada dalam dua kaki mengakui eksistensi Qutb namun menolak ajaran kekerasannya. Ikhwan lebih memilih mengejar kepentingan nasionalnya. November 2005, pemilihan legislatif di Mesir, kandidat independen yang berkoalisi dengan Ikhwan –yang resminya dilarang di Mesir namun masih ditoleransi- secara mengejutkan memperleh 20 persen kursi parlemen. Kemenangan yang cukup mengesankan ditengah intimidasi dan kecurangan pemerintah. Di Parlemen, Ikhwan melakukan upaya legislatif dengan membuat komite ahli yang dinamainya dapur parlemen, yakni mengelompokkan kandidat ikhwan berdasarkan keahliannya. Ikhwan lebih banyak memperjuangkan isu publik seperti perumahan layak, dan mengkritik cara pemerintah menangani ancaman flu burung ketimbang mengangkat isu-isu agama.
Kritik atas pemerintah dan kemajuan Ikhwan telah membuat ketegangan dengan pemerintah Mesir. Ikhwan mendukung reformasi judisial disaat Mubarak sedang mempersiapkan transfromasi kekuasaan kepada anaknya sehingga mendorong rejim bertindak represif kepada kelompok oposisi.
Tekanan itu pula yang mendorong lahirnya perbedaan respon dalam organisasi. Sejak era 80-an, kalangan profesional kelas menengah telah mendorong transparansi dan fleksibilitas. Dengan berkiprah di organisasi buruh dan professional, para reformis ini menjalin koalisi dan memperluas konstituensi. Seorang pemimpin faksi reformis mengatakan reformasi akan terjadi jika kalangan Islamis bekerjasama dengan kekuatan lainnya, termasuk liberal dan sekularis. Kini mereka tergabung dalam gerakan payung politik, Kiffaya (cukup) yang menggabungkan Ikhwan dengan kelompok sekular, liberal, nasionalis dan kiri. Kifaya dimaksudkan sebagai oposisi loyal atas perang Irak dan kini membentuk inti oposisi demokratik Mesir. (Ironisnya, perang AS atas nama promosi demokrasi bersekutu dengan rejim Mesir yang bertentangan dengan prinsip AS sendiri).
Sayap reformis Ikhwan berseberangan dengan kalangan konservatif di organisasi yang mewarisi luka masa lalu dan pola kerahasiaan. Perbedaan tajam terjadi dalam isu pembentukan partai politik, sayap kunci dalam agenda reformasi. Kalangan reformis berargumen bahwa pembentukan ini akan mendorong pencapaian tujuan organisasi secara lebih luas karena dapat memberikan wadah bagi gerakan ini untuk menyampaikan pesannya kepada publik yang tidak dapat dijangkau sebelumnya. Namun kalangan konservatif berpendapat bahwa partai harus menjadi bagian gerakan dan secara khusus berkiprah dalam urusan politik. Sementara, gerakan sosial Ikhwan akan melakukan pekerjaan di luar urusan politik semisal pendidikan, kesehatan dan lembaga amal.
Wujud Persaudaraan atau Rivalitas?
Meskipun cabang Ikhwan Mesir tetap menjadi kelompok ikhwan yang paling berpengaruh, namun cabang-cabang Ikhwan lainnya tumbuh subur di Timteng dan Eropa. Meski demikian tidak ada polit biro dalam kelompok Islamis. Ikhwan adalah organisasi internasional namun dalam prakteknya menjadi koalisi longgar tanpa energi. Ikhwan jarang mampu mengendalikan anggotanya. Kelemahan ikhwan internasional adalah produk kesuksesan lokal, otonomi nasional dan penyesuaian diri dengan kondisi domestik. Afiliasi ideologis yang menghubungkan organisasi Ikhwan secara internasional tunduk kepada prioritas nasional masing-masing negara.
Ditekan di hampir banyak wilayah di Timteng, Ikhwan menyebar di kawasan Arab dan melalui para pelajar dan pelarian ke Eropa. Di awal 80-an, Ikhwan Mesir mencoba menjalin kordinasi diantara lusinan cabang-cabang itu. Meskipun demikian, penentangan tidak kalah besar. Ikhwan Sudan dibawah kepemimpinan Hasan al-Turabi protes. “Anda tidak dapat mengendalikan dunia dari Kairo”, dalihnya. Ketika Irak menginvasi Kuwait di 1990, Ikhwan Kuwait keberatan dengan sikap induknya dan menarik diri sehingga berpengaruh pada sokongan dananya selama ini.
Pemerintah Irak sokongan AS juga sumber perbedaan lain dalam Ikhwan. Sementara Ikhwan di Timteng dan Eropa menentang pemerintahan bentukan AS, cabang Ikhwan Irak justru terlibat di parlemen.
Aliansi Ikhwan Syria dengan Abdel Khalim Khaddam, oposan mantan wakil Presiden banyak dicela cabang-cabang Ikhwan lainnya.Perang di Lebanon beberapa tahun lalu semakin mempertegas perbedaan itu. Sementara Ikhwan Suriah mengecam Presiden Bashar al Assad karena campur tangannya di Lebanon, sebaliknya Ikhwan lainnya justru mendukung Hezbullah.
Banyak cabang-cabang Ikhwan memiliki pandangan yang berseberangan dengan AS. Di Mesir dan Yordania, sekalipun bersepaham dengan Amerika dalam menentang praktek otokrasi dan terorisme, Ikhwan sangat pedas mengritik AS.
Sementara Ikhwan Suriah mendukung pemerintahan Bush dalam upayanya mengisolasi rejim Assad, pernyataan yang bernada menghina AS banyak terjadi di Yordania dan Mesir namun hampir jarang di Suriah.
Bahkan dalam isu utama tentang Israel, masing-masing organisasi nasional Ikhwan memiliki pandangannya sendiri-sendiri. Setiap pemimpin Ikhwan yang kami ajak bicara menyatakan persetujuannya jika Hamas sebagai bagian Ikhwan mengakui negara Yahudi, sikap yang bertentangan dengan kebanyakan kalangan Jihadis. Zawahiri misalnya dengan pandangan jihadnya menyatakan siapapun baik rakyat Palestina sendiri maupun bukan tidak berhak menyerahkan secuilpun tanah Palestina yang menjadi tanah Muslim dikuasai orang kafir. Ikhwan benar-benar mewajibkan Jihad di negara maupun wilayah yang diduduki kekuasaan asing, seperti Afghanistan dibawah Soviet. Ikhwan memandang perjuangan di Irak dan melawan Israel sebagai Jihad defensif melawan penjajah, Jihad Muslim sejajar dengan konsep Kristen ‘just war’. Namun kegagalan Ikhwan menekankan dimensi keagamaan menimbulkan kemarahan kalangan Jihadis, Mereka mengecam Ikhwan termasuk Hamas karena melakukan Jihad untuk kepentingan wilayah ketimbang alasan fisabilillah. Bandingkan komentar Yusuf al-Qaradhawi yang menyatakan permusuhan Ikhwan dengan Yahudi adalah alasan tanah dengan komentar Zawahiri: “Segala puji bagi Alloh yang menjadikan agama sebagai sumber permusuhan dan perjuangan kita”. Ikhwan menolak tuduhan anti semit.
Mursyid Aam Ikhwan, Muhammad Mahdi Akef berpendapat bahwa tidak ada konflik antara Ikhwan dengan Yahudi, yang ada adalah antara Ikhwan dengan Zionis. Meskipun adanya penyangkalan itu, literatur Ikhwan banyak mengekspresikan kebencian atas Yahudi, bukannya Zionis. Sebuah suplemen anak-anak dalam majalah Al-Dawa 1980-an, misalnya, menjelaskan musuh Tuhan itu adalah Yahudi yang harus dihancurkan eksistensinya. Namun khotbah terbaru, tokoh senior Ikhwan, Kamal El Halbawi di London Utara, menyatakan bahwa seorang Muslim yang baik tidak hanya baik imannya saja. Setelah iman ada kewajiban bertetangga. Helbawi mengaitkan perintah itu dengan kisah dari seorang ulama, Abdullah Ibn al-Mubarak yang memiliki tetangga Yahudi. Yahudi itu ingin menjual rumahnya. Ketika para pembeli menanyakan harganya, diapun menjawab dua ribu. Namun sang pembeli memprotes karena sesungguhnya rumahnya hanya berharga seribu. “Ya memang satu ribu untuk harga rumah saya dan satu ribu lainnya karena memiliki tetangga baik yang akan saya tinggalkan.” Setelah khotbah, kami menanyakan Helbawi apakah ceramahnya menyentil munculnya anti semitisme di Inggris dengan menunjukkan kebajikan Islam. Dengan tegas, dia menjawab ya.
Kalangan Islamis dituduh menggunakan double standard, selain menjadi polisi baik (dalam versi bahasa Inggrisnya) juga menjadi polisi jahat (dalam versi bahasa Arab). Sebuah artikel di Jurnal Current Trends menemukan diskrepansi penjelasan ideologi Islamis dalam bahasa Inggris dan Arab di web resmi Ikhwan. khotbah Helbawi disampaikan dalam bahasa Inggris tanpa penyebutan kembali dalam bahasa Arab. Namun ceramah ini bagaimanapun jauh lebih persuasif ketimbang pernyataan Ikhwan yang memisahkan anti semitisme dengan anti zionisme.
Ikhwan di Luar Negeri
Di Eropa, Kelompok-kelompok yang dipimpin Ikhwan mewakili minoritas di negara demokratis yang sekular. Mereka memahami bahwa mereka akan tetap minoritas kedepannya. Tak satupun yang mencoba melakukan pemindahan agama. Sebaliknya, Ikhwan lebih menekankan perjuangan bagi hak beragama kalangan minoritas. Satu contoh kasus pasca penerbitan kartun tentang Nabi Muhammad, pendekatan Ikhwan Eropa berbeda dengan jaringan internasionalnya, semua cabang Ikhwan di Eropa menyerukan secara resmi bagi protes damai.
Federasi organisasi Islam yang dipimpin Ikhwan mengecam koran-koran Eropa yang mempublikasikan kembali kartun tersebut namun dengan bahasa yang tidak menyengat. Meskipun mengkritik kartun tersebut karena melukai perasaan umat Islam, federasi itu menyatakan keinginannya untuk meningkatkan kerjasama antara Muslim dan non-Muslim. Sebaliknya, kalangan Jihadis menawarkan uang bagi darah kartunis dan mengordinasikan kampanye yang rusuh.
Di Perancis, banyaknya jumlah Muslim meningkatkan sejumlah kekhawatiran, press dan laporan pemerintah meyebutkan adanya islamisasi sekolah-sekolah, radikalisasi di masjid-masjid, protes Muslim atas Israel, penodaan kuburan Yahudi, serangan atas wanita yang tidak berjilbab dan beberapa plot terorisme. Pelbagai peristiwa itu menciptakan kesan umum akan semakin kuatnya Islamisme. Itulah mengapa sejumlah warga Perancis dan pengamat luar negeri melabeli kerusuhan 2005 di wilayah pemukiman kumuh Muslim di Perancis sebagai Intifadha Perancis. Tetapi dalam tiga setengah minggu kerusuhan, kehadiran kalangan Islamisme hampir tidak ada. Menurut dinas intelejen Perancis, kelompok radikal Islam tidak berperan dalam menyebarluaskan kekerasan. Sebaliknya mereka justru menyerukan penghentian kekerasan. Dari 3000 perusuh yang ditahan di Paris, tak satupun bagian dari kumpulan Islamis. Kenyataannya, kalangan Islamis membantu menenangkan para perusuh yang sering disambut dengan lemparan batu. Organisasi Islam Perancis (Uoif) yang dikendalikan Ikhwan menfatwakan penolakan atas insiden kerusuhan itu. Uoif menjadi partner yang dipercaya pemerintah Perancis, meskipun seorang pejabat intelejen menyatakan bahwa Uoif membutuhkan mereka untuk kepentingan sertifikasi keamanan yang dibutuhkan.
Ketika Peracis melarang jilbab, posisi Uoif cukup akomodatif. Sikapnya yang hati-hati ini mengecewakan partner Ikhwan di Eropa. Mereka meminta Uoif lebih tegas. Uoif juga menjaga jarak dengan figur seperti Yusuf al-Qaradhawi, yang melegalkan jihad di Israel dan Irak. Beliau tidak diundang dalam pertemuan tahunan Uoif. Bahkan Uoif memperlakukan isu Palestina secara hati-hati dan hanya mendukung donasi amal bagi pengungsi serta mempresentasikan rakyat Palestina sebagai korban ketimbang sebagai pejuang. Uoif tidak terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina dan netral dalam konflik Arab-Israel. Uoif juga tidak ikut dalam demonstrasi nasional 2003 menentang perang di Irak maupun demonstrasi besar-besaran di musim semi 2006. Absennya Uoif dalam beberapa event ini cukup membantu meredam kekhawatiran jika mereka hendak mengambil alih Eropa.
Kebijakan Uoif berbeda tajam dengan partnernya di Inggris, Asosiasi Muslim Inggris (MAB) yang hangat menyambut figur seperti Qaradhawi. Meskipun jumlah Muslim di Inggris seperempatnya Perancis, komunitas Muslim di wilayah ini lebih bersikap assertive dan mudah marah. Ketika Muslim Inggris membentuk MAB di 1997 dan menjadi salah satu dari sekian banyak wadah Muslim di Inggris. Banyak dari mereka yang radikal keluar dan mengikuti tradisi orang tua mereka, Barelwi dan Deobandi. Diantaranya yang cukup tua, adalah Islamic Mission, kepanjangan gerakan Islamis yang didirikan Abul Ala Al Maududi. Ketika MAB semakin berkembang, organisasi ini bekerjasama dengan pemerintah Inggris. Kerjasama ini bermula dari konflik di masjid Londons Finsbury Park. Sebelumnya, masjid ini dikendalikan oleh seorang penceramah radikal, Masri. Meskipun Masri akhirnya ditahan dan diusir dari masjid tersebut, para pengikutnya mencoba mengambil alih kembali. Polisi yang khawatir mengintervensi rumah ibadah akhirnya menawari MAB mengontrol masjid menggantikan kelompok radikal. MAB menduduki mayoritas jabatan di badan pengelola masjid dan kemudian mengambilalih bangunan tersebut.
Meskipun kelompok Masri hendak menyerbu masjid, para pendukung MAB menghalangi mereka. Sejak itu, MAB dipandang sebagai patner yang efektif dan dipercaya pemerintah dan bahkan mampu meredam radikalisasi beberapa pengikut Masri.
Kerjasama itu menjadikan MAB tidak disukai kelompok-kelompok radikal seperti HT. Persaingan MAB dan HT mencerminkan perbedaan etnik dan generasi. Jika MAB mewakili keturunan Arab dan golongan tua maka HT merepresentasikan etnik Pakistan dan muda. Berdasarkan pengakuan mantan aktivis HT, jumlah pengikut HT mencapai 8500 anggota sedangkan MAB hanya seribuan. Karena perbedaan itu pula, seorang tokoh senior MAB menyatakan bahwa organisasinya tidak memiliki kemampuan menghadapi kelompok radikal.
Kemandirian setiap cabang Ikhwan memungkinkan bagi AS melakukan kerjasama dengan organisasi itu dalam wilayah kepentingan bersama, seperti penentangannya atas al-Qaeda, dukungan atas demokrasi dan menolak pengaruh Iran.
Satu langkah awal adalah melalui wakil dari sayap reformis Ikhwan, khususnya mereka yang tinggal di Barat. Namun AS telah kehilangan momentum ketika mengusir Imam Kamal Helbawi yang hendak berceramah di Universitas New York. Perlakuan atas sang Imam yang berani menolak Islam radikal dan kesiapannya berdialog dengan AS merefleksikan tindakan gegabah Departemen Homeland Security. Pengagum Shakespeare ini sejatinya dapat tampil menjadi penjembatan peradaban. Alih-alih, perlakuan yang tidak pantas ini semakin mempertegas persepsi kalangan radikal tentang kesia-siannya berinteraksi dengan AS.
Kebijakan AS atas Ikhwan berpijak atas pertarungan dua pandangan berbeda. Yang pertama, memandang Ikhwan dan kelompok afiliasinya adalah komponen vital jaringan jihadis global dan yang kedua, popularitas Ikhwan di dunia Islam dan moderasinya adalah modal bagi interaksi kedua belah pihak. Namun pandangan pertama jauh lebih popular di AS. Pandangan ini menjelaskan kebijakan isolasi AS atas Ikhwan yang mencegah figur reformis seperti Helbawi masuk ke AS ataupun melarang pejabat pemerintah berinteraksi dengan Ikhwan. Jika AS hendak menangani ancaman revivalisme Muslim sembari menjaga kepentingan nasionalnya, para pengambil kebijakan harus mengenal perbedaan orientasi politik dan apolitik gerakan revivalis.
Ketika menyangkut Ikhwan, awal yang bijak adalah membedakannya dari kelompok Islam radikal dan mengetahui perbedaan signifikan diantara pelbagai organisasinya di tingkat nasional. Perbedaan ini menuntut pendekatan kasus demi kasus dan berdasarkan kecenderungan masing-masing cabang. AS sendiri selama ini kesulitan mendaptkan partner Islam moderat yang tepat maka sikap Washington yang mau membuka diri dengan Ikhwan dapat menjadi langkah yang sangat stategis.
*Direktur Imigrasi dan Program Keamanan Nasional di Nixon Center
1 Comment
saya tunggu artikel lainnya yang lebih bagus lagi, sarat dengan dengan informasi dan ilmu.
Posted on 31 Januari 2011 pukul 17.34
Posting Komentar
Silahkan mengisi komentar dan masukan yang konstruktif dibawah ini: